Glitter Words
[Glitterfy.com - *Glitter Words*]
Glitter Words
[Glitterfy.com - *Glitter Words*]
Glitter Words
[Glitterfy.com - *Glitter Words*]

24 October 2013

Coretan Momentum Cintaku

Aku pikir, laboratorium kimia di Universitas Negeri Jakarta ini mungkin tempat yang pantas bisa mengalihkan perhatianku untuk menetralkan hatiku dari unsur rasa suka dan rindu yang mencapai titik  jenuh tertinggi, tapi kenyataannya berbanding terbalik. Mencoba melupakan segala tentangmu itu bagaikan sebuah melepaskan kalor leleh dalam reaksi eksoterem. Namun, ikatan hidrogen yang begitu kuat itu tak mampu meluluhkan hatiku untuk move on dari sosokmu. Dari bilik tirai berwarna merah muda aku terdiam merenungkan sepenggal perasaan yang semakin menyiksa diriku.
Berkaca pada rumus persamaan usaha itu membuatku menghargai adanya gaya tarik – menarik dan tolak – menolak yang berbanding lurus dengan lingkungan, kemudian dikalikan dengan kedua muatan dan berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya. Dimana panjang gelombang itu selalu kamu ciptakan seolah – olah kamu tidak menganggap aku ada di sini, sosokmu yang begitu special di ruang hampa hatiku itu semakin hari membutuhkan suatu energi potensial yang cukup luar biasa agar cintaku tak terpengaruh dengan adanya gaya.
Pertama kali melihat bayangmu tepat di titik fokus lensa kedua bola mataku, berdiri tegak, nyata, dan kamu begitu manis dengan kaca mata hitam serta jemper merah. Kau tampan hari ini, biarlah rasa itu temukan wujudnya seperti aliran gen yang perlahan namun pasti menuju kondisi stabil tak tergoyahkan. Kau yang begitu sempurna dimataku mampu mengubah dunia
percintaanku menjadi lebih sederhana. Hidup memang bukan sekedar  rangkaian rumus tapi bila sejuta feromon dijadikan satu, hanya kau dan aku yang akan memahami sinyalnya seperti lock and key dalam sistem enzim. Cobalah mengerti aku yang selalu menginginkan sosokmu di saat aku sedang sendiri.
Aku sadar ini hanya rasa suka dan rindu yang begitu dahsyatnya. Sosokmu yang selalu aku puja bahkan setiap hari aku jadikan pokok pembicaraan panjangku dengan  TUHAN. LIHATLAH, PANDANGLAH  AKU !! Aku terjerat di ruang hatimu, panah asmara yang kau tancapkan masih melekat direlung hatiku. Tanpa meminta izinpun kamu pergi begitu saja, melepaskan aku dari jeratan yang kamu ikat, betapa tidak mungkin aku harus belajar melepaskan kepergianmu ? Itu sungguh tak mudah yang seperti kau bayangkan.
Teknik pemisahan itu mulai muncul perlahan – lahan di setiap rangkaian peristiwa ini, fase gerak yang melewati tetesan air mata memisahkan fase diam yang menjadi sebuah emas. Untuk kamu yang selalu menghantui perasaanku, datang dan pergi begitu saja dengan seenaknya tanpa memikirkan orang lain. Sosokmu kujadikan sebuah pelajaran hal terfavorite ku hari ini dan selama aku masih bisa mendapatkan sinyal simpatimu. Aku bersyukur jika kamu membaca setiap momen inersia rasa ku yang tak hingga. Ini resultan momentum cintaku.

23 October 2013

Inilah Rumus Cintamu ??

Saat kau genggam erat kedua tanganku, hatiku tak bisa berhenti merasakan perasaan yang indah bahkan begitu ajaib semua yang kurasakan itu. Selalu tercipta suasana baru. Sikapmu yang begitu cuek itu menyelipkan sebuah perhatian yang sulit aku cerna dari otakku. Karisma yang berada di dalam dirimu begitu sangat hebat memberikan hal – hal yang selalu indah. Mungkin, aku mengagumimu hari ini. Namun, serasa berbeda setiap kali bertemu dengan sosokmu yang seperti artistokrat itu.

Kau pintar memainkan sebuah rumus – rumus seakan – akan aku harus mempelajari rumus – rumus fisika dan kimia itu lebih dalam. Apakah kamu akan mengajari aku tentang rumus – rumus itu seperti saat indahnya kota perwira diguyur air hujan? Inilah rumus - rumus cintamu untukku? Aku selalu bertanya – tanya tentang hal itu. Namun, selalu kuurungkan niatku. Senyumanmu saat pertemuan terakhir itu masih mengebat erat di dalam hatiku. Ingin kuutarakan rasa rindu yang menggebu – gebu ini, pasti semua akan diabaikan. Aku tidak berharap banyak darimu. Aku yang selalu ingin kamu perhatikan dengan cara apapun kamu tetap diam. Ya, fase diam dan fase gerak itu semua adalah teknik sikapmu yang seperti kromatografi. Semakin takut aku kehilangan sosokmu.

Aku kira jarak yang cukup panjang itu akan memisahkan aku dan dirimu. Sebuah perjalanan panjang demi masa depan kita berjuang bersama tepat pada tanggal dua belas juli dua ribu tiga belas, kita di ikhrarkan terpisah. Sakit saat aku mendengar dan mengetahui sosokmu memang harus benar – benar  hilang dari hadapan bola mataku. Aku rapuh, seketika aku merasa hancur – lebur hidupku tak berarti. Ku coba bangkit secara perlahan – lahan dalam dua minggu itu, namun alhasil masih tetap nol. Ku kirimkan message untukmu, tak satupun kamu membalas message ku.

Kamu pergi begitu saja. Sangat datar perjalanan sepenggal kisah ini. Kamu di kota peristiwa pertempuran lima hari dan aku di kota metropolitan, yang harus bisa menjaga diri dari segala macam godaan. Dunia ini memang keras dan tak selebar daun kelor. Setiap malam aku mainkan tut’s hitam dan putih itu untuk kamu. Setengah mati merindu, tentunya merindukan sosokmu yang jauh di sana. AKU INGIN KAMU TAHU, AKU DISINI MENANTIMU !! TAPI APA MUNGKIN KAMU SELALU MENUNGGU AKU?? TAHU PERASAANMU LEBIH DALAM SAJA AKU TIDAK TAHU?? KAMU TOLOL, NTHAAA!! DIA TAK MUNGKIN DATANG MEMINTA HATIMU !!!


Ku rebahkan bahuku di pulau kapuk, ku tangisi kesedihanku, ku ratapi sepenggal kisah yang begitu singat dan padat ini. Dua september dua ribu tiga belas aku bergegas meninggalkan kota perwira, menerobos dinginnya angin malam di stasiun gambir. Menapakkan sejengkal langkah, ku rasa aku akan temukan sesuatu yang lebih berharga di sana. Aku mengantapkan semua dengan kerendahan hatiku. Suasana baru, hidup baru, buang masa lalu, bangkit dari keterpurukan. If you want to do something and feel it in your bones that it’s the right thing to do, do it. Aku tersenyum, membiarkan laptopku menyala dan menulis sebuah upstat di faceebook ku.

Sebuah Mantra Terucap

Sejenak aku bersandar di bahumu dan aku tertawa ria menatap mega – mega hitam yang berarakan. Di sini di kota perwira ini hadirkan sebuah kisah tentang aku dan dirimu. Pasir putih yang berkilauan menyambut kehadiranmu penuh canda, tawa dan duka. Hari – hari kulalui tanpa sepenggal kisah denganmu saja. Semua kurasa begitu indah dan selalu manis. Sosokmu yang begitu sempurna dimataku dan selalu special untukku. Gerak – gerik tubuhmu selalu manis, tutur katamu selalu terucap sebuah mantra – mantra seakan – akan aku terhipnotis olehmu. Pancaran sinar yang begitu dahsyat itu tersirat di bola matamu yang sangat indah mempesona mampu mengebat – ebat erat jantung hatiku. Setiap kali bertemu selalu kurasakan debar – debaran yang menyebar ke segala penjuru.

Bergayut diantara dua daun jendela, aksara – aksara kian memanah raga ini, kau yang selalu aku banggakan, selalu ada untuk waktu yang aku butuhkan. Sosokmu yang tak asing lagi singgah di ruang hati ini. Kau tempatkan di sana, seolah – olah itu ruang yang cocok untuk tempat peristirahatan. Indah bukan? Sungguh begitu indah. Ku perhatikan setiap kali gaya bahasamu, satu demi satu semakin menunjukkan sebuah keindahan. Kau memang tampan, sosokmu tak mudah untuk di cari. Ibaratkan sebuah permata ataupun mutiara yang sangat berharga itulah sosokmu. Bukan tampanmu yang kucari saat ini, kau memang jenius dalam setiap hal, action – action yang kau gebrakkan selalu berbeda. Kamu memang benar – benar ada di ruang hati kecilku.

16 October 2013

Api Perjuangan

Menatari menunjukkan afsunnya
Mengebat erat – erat mawar merahku
Setelah abdas,
Masuklah ke dalam langgar
Dari bibir setengah terbuka,
Dia berkelana ke dalam dada
Dimainkannya jari – jemari
Hendaklah dirapatkan berpasangan
Dengan mata terpejam
Terbanglah...
Aksara – aksara dari bibir manis
Kian memanah raga ini
Dengan sayup – sayup sepi
Berpendarlah percikan air
Membasuh keresahan jiwa
Begitu dahsyat
Api perjuangan kian membara
Debar jantung yang begitu hebat
Tersebar menjalar di dalam dada
Meneliti mantra demi mantra
Agar tepat memanah arah
Tidaklah sia - sia
Detik – detik perjuangan
Dibalut kemelut api kekhawatiran
Namun...
Lentera itu menyalakan terang
Hingga menjelma sebuah ketenangan
Aku kira, asaku kalah dalam perang
Sungai kehidupan mengalir deras
Dan restu ibu, bapaku menyertai jalanku
Masa – masa kritis terlewati
            Inilah perjalanan doaku

15 October 2013

Jangan Katakan Rindu !!

Entah, harus darimana aku memulainya. Risauku terus menghampiriku yang tiada hentinya dapatku hindari. Sudah cukup lama aku melupakanmu dari segala pelbagai peristiwa tentangmu. Sungguh bangga hati ini ketika kita berjalan sendiri – sendiri. Awalnya manis dan kurasa itu cukup manis untukku. Ketika sosokmu telah benar – benar menghilang, kini hadir seorang yang sungguh teramat mirip dengan sosokmu sama persis sikap dan kelahiranmu. Otakku kembali ku putar, merenungkan semua peristiwa. Semua berjalan terasa manis sungguh manis. Ku pikir aku siap membuka hatiku padanya. Dan ku pikir ia tak sama denganmu. Namun, kenyataan itu bertolak belakang.
Perjuanganku masih terus berangsur – angsur, segalanya memang tak mudah dan begitu saja terabaikan. Dan semua itu adalah proses panjangku yang harus melibatkan hati kecilku yang tercabik – cabik tanpa luka berdarah. Sebenarnya ini tak mudah bagiku untuk aku lakukan. Namun, apa dayaku untuk memperjuangkan ini semua? Kau begitu mudahnya pergi meninggalkan hasrat yang makin mendalam. Disaat hasrat itu tumbuh menjadi bagian yang terpenting dengan mudahnya kamu buang begitu saja. Kamu bagian terkecil dan terpenting dari peristiwa ini. Hampir setiap hari sosokmu dapat ku temui, itu sangat sakit untukku. Kamu sungguh berbeda dan tak lagi sama seperti dahulu kala.
Dari hari ke hari aku harus melihat sosokmu di tempat ini. Mungkin, kamu tidak menghiraukan aku dari sudut pandangmu. Apa kamu bangga bisa membuat perubahan – perubahan yang begitu manis untukku? Kamu mungkin tak akan pernah mengenal dan menganggapku pernah mengisi hari – harimu. Tersenyum dalam luka itu sungguh merupakan tantangan terhebatku. Mungkin, aku berjuang sendiri selama setahun denganmu? Kamu pun masih merasa have fun sampai hari ini. Salahkah aku masih menyimpan perasaan itu? Walau aku tahu, dirimu dan diriku tak akan mungkin bersatu.
Ragaku yang begitu rapuh melihatmu bersama dengan yang lain. Aku tahu ragaku tak sekuat ragamu. KENAPA KITA HARUS DIPERTEMUKAN ? Walau akhirnya rasa sakit dan cinta itu harus kembali hadir. Disaat semua sudah memiliki kehidupan sendiri – sendiri. Kamu berbeda dari yang lain, sosokmu sederhana sekali, sungguh sulit mempelajari sosokmu tapi kenapa kamu memberikan misteri – misteri termanis sepanjang hari – hariku ? Kenapa kamu selalu membuat hatiku semakin tak ingin melepaskanmu ? Ataukah aku yang terlalu berharap kepadamu?
Setiap dentang – dentang dinginnya malam, selalu terlintas wajahmu yang begitu tampan seperti artistokrat. Padahal parasmu itu tidak setampan Kevin Apprilio, dan kamu itu bukan gambaran seniman lukisan kelas atas. Sadarkah kamu? Aku jalani semua penuh dengan pertanyaan tentangmu. Pertanyaan yang begitu banyak menyiksaku. Sadisnya kau menelantarkan diriku. Perasaanku memang sedalam ini, apakah kau mengerti dan mengetahuinya? TIDAK !! KAMU TIDAK AKAN MENGERTI PERASAANKU SAMPAI SAAT INI. KAMU HANYA MEMIKIRKAN “DIA” YANG SUDAH MELEKAT DIHATIMU. AKU TIDAK PERNAH SPECIAL DIMATAMU. AKU INI SAMPAH YANG HARUS DIBUANG DARI HADAPANMU.
Sungguh MENYAKITKAN, keberadaanku pun sama sekali tak kamu akui. Rasa special yang dulu kamu ciptakan denganku pun kamu buang ke tengah pantai. Byurrrr! Hahahahaha. Nampaknya semua usahaku tak ada artinya dimatamu. Seringkali kamu memandang sebelah matamu saja. Sosokmu hadir ditengah – tengah malam launching novel perdanaku. Dimana waktu yang tepat dan special itu seharusnya untukku lebih terasa indah.
Di sini benar – benar kutemukan peristiwa yang sangat aneh. Kamu hadir dan mengendalikan segala sudut pandangku. Kamu tersenyum dengan sesuka hatimu. Aku tak akan terjerat lagi dalam permainan hasratmu. Sudah cukup bagiku peristiwa ini, pesan singkat yang kamu kirimkan itu hanyalah isyaratmu untuk mengelabuhi aku. Ya ya ya, aku mengerti kamu sudah dengannya. Namun, senyumanku, kekagumanku, sapaku, dan hasrat ini masih teruntukmu. Aku dan kamu tersenyum di suatu sudut penjuru tertentu, sederhana sekali semua kemasan ini. Terabaikan dan selalu terabaikan perasaan yang begitu mendalam dan mungkin, ini rasa rinduku yang tersebar dalam hasratku dan rasa suka padamu yang tak akan pernah mati.

Sepasang Merpati

Cinta..
Bukanlah semanis coklat
Silver queen
Yang hanya seketika
Terasa begitu manis
Kasih sayang..
Bukanlah sekedar boneka
Beruang merah jambu
Yang akan menjadi kenangan
Cinta..            
Yang tulus dan suci terlahir
Dimana kedua mempelai
Telah menerima pengakuan
Dimana sepasang kekasih
Dapat hidup semati
Menepati janji – janjinya
Seperti sepasang merpati
Yang tak pernah mengingkari
Janji sehidup semati
Seperti sepasang merpati
Yang begitu setia
Penuh dengan ketulusan jiwa
Selalu bersatu padu
Di kala manis bersama
Di kala pahit berjuang
Cinta mereka suci

Abadi sampai selamanya

Malam Penantianku

Tiga detik
Aku menunggumu
Menanti kehadiranmu
Sepuluh kali
Aku berhayal tentangmu
Detak – detak jantungku
Berdegup semakin kencang
Berdua menikmati
Malam minggu ini
Dag... Dig... Dug...
Derrrrrrrrrrrr!!
Hasrat ini semakin terasa
Langkah ini semakin mendekat
Setengah mati
Aku merindukanmu
Ku putar kedua bola mataku
Ku main – mainkan
Ku putar kembali memori otakku
Tepat ini bulan April
Bulan kelahiran sang pangeran
Satu ... Dua... Tiga...
Tiga detik kemudian
Sang pangeranku mengirimkan
Sepucuk surat elektronik
Surat cinta untukku
Bunga kalbu semakin membara
Wajah penuh imajinasi
Mulai tersenyum manis bibir ini
Jari jemari yang begitu lembut
Bulu mata yang begitu lentik
Terasa tak dapat menunggu lebih lama
Tepat detik ketiga belas
Tiga belas!      
Aku menatap dalam – dalam
Alam sekitarku mulai pucat
Angin malamku semakin berbisik
Bulan April..
Tepat pertemuan kita
Pertemuan singkat
Berjalan sangat cepat
Mimpi..
Terasa seperti mimpi
Kau pergi meninggalkanku
Untuk selamanya

Tidurlah dipembaringan senja abadi

KECUP

Dua hati dua insan
Berpadu melebur asmara
Dari bibir setengah terbuka
Singgah dia di dalam dada
Dentang – dentang yang tersebar
Dengan mata terpejam
Sebutir demi butir
Terucap sebuah mantra
Dengan sayup – sayup sepi
Ini sebuah perjalanan doa
Terbanglah
Aksara – aksara penuh jurus
Jurus sebentuk pusaka
Mengubah dunia
Kian memanah asmara
Seperti kecup di pipi
Begitu indah ku rasakan
Dua insan menjadi satu
Dua hati menjadi satu

Kecup penggores rasa

14 October 2013

MENCINTAIMU SESAKIT INIKAH ???

Seusai pelajaran bahasa inggris, tepat pukul 15.00 WIB skenario ini terjadi begitu cepat, seketika kita mengulurkan tangan, saling menatap dan saling mengucap kata, “Hai...” inilah awal perjumpaan kita. Aku duduk di depanmu dan kamu duduk tepat di belakangku.  Perasaan yang aneh ini pun menjadi saksi bisu atas skenario perjumpaan ini. Setiap hari kurasakan selalu berbeda dan tak lagi sama seperti dahulu. Kamu hadir many giving to change into my day’s. Hitam, putih, kelabu skenario kehidupanku menjadi lebih berwarna cerah, ketika sosokmu hadir mengisi dan menghiasi ruang lingkup kekosongan hati kecilku. Tanpa terlewati satu percakapan nothing special, seakan-akan semua mengalir deras dalam nadiku ini terasa begitu ajaib dan sungguh luar biasa. Entah, darimana asalnya perasaan ini bermula hingga tumbuh dan berkembang melewati perbatasan etika pertemanan kita.
Ketakutan akan kehilangan sosokmu mulai menjelma menjadi penyakitku yang sangat dan teramat parah. Siksaan datang menerkam, bertubi-tubi yang kurasakan setiap kali dan ketika tubuhmu menghilang dari sudut pandangku. Ketika sekujur tubuhmu semu berada disampingku. Kamu mesin pengendali otak dan hatiku begitu menerobos dengan cepat tak mengenal ruang dan waktu, tak ada sedikitpun yang aku mengerti akan perjalanan panjang ini. Aku sulit jauh darimu, aku membutuhkanmu seperti kamu adalah nafas panjangku, seakan – akan nadi ini akan berhenti begitu cepat, berhenti jika kamu tak dapat kutemukan, salahkah jika kamu selalu aku butuhkan? Kamu selalu kujadikan kebutuhan pokok skenario hidupku.
Tapi, mengapa sikapmu tidak seturut sekehendak dengan sikapku? Perhatianmu terkadang tak dapat kuartikan, perhatianmu seakan memberikan secuil tentang dirimu yang tak sedalam perhatianku terhadapmu. Itu yang dapat aku gagas, berjalan begitu datarnya kronologi ini, tatapan bola matamu tak setajam diriku menatapmu. Otak dan hatikupun berhasil kamu kendalikan. Semua mulai kurefleksi dan aku evaluasi kembali, mungkin ada sebercak kesalahan di antara aku dan dirimu. Senja yang hadir tanpa kebisingan, sekilas aku bertanya kepada sang pujangga dalam khayalan semata, apakah kamu tak merasakan apa yang sedang aku rasakan saat ini? Apakah kamu tak akan pernah merasakan hal yang sama? Waktu berjalan begitu cepat. Awanku mulai menangis senja di kota ini. Setitik demi setitik mulai menetes, semakin deras mengalir, dinginnya angin senja di kota ini membuat tubuhku ingin kurebahkan di bahumu. Namun itu semua aku urungkan niatku.
Kamu mungkin belum terlalu paham dengan perasaanku, karena kamu memang selalu sibuk dengan rumus – rumus kamu dalami. Kamu tak pernah sibuk memikirkannya. Kamu ajarkan aku banyak cara, mengatasi semua problema skenario ini. Cerita senja bersamamu hadir seketika di guyur air hujan hingga adzan isapun mulai berkumandang, kita masih disini. Berdosakah jika aku seringkali menjatuhkan air mata ku ini dari tempat peraduannya hanya teruntukmu seorang pemilik mata elang? Semua peristiwa ini hadir seketika tanpa aku harus mengundangnya. Perasaan ini hadir begitu indah dan selalu menerkamku, entah apa yang sedang kulakukan, kronologi yang tak mungkin dapat ku jelaskan secara runtut. Kamu selalu sibuk dengan duniamu sendiri. Mungkin, aku egois akan perasaan ini? Aku selalu kehilanganmu, dan aku juga selalu datang dan pergi tanpa meminta izin, tanpa sepengetahuanmu. Haruskah aku lakukan ini? Memanngnya siapa aku ini dimatamu? APAKAH AKU BAGIAN TERPENTING DARI SKENARIO HIDUPMU? BODOH!! Aku hanya seorang asing yang selalu mengusikmu, mungkin itu yang selalu kamu rasakan. Hadir dalam bunga tidurmu ataupun dalam anganmu akupun sangat bersyukur, apalagi merupakan bagian terkecil dari hal yang terpenting dalam hidupmu seutuhnya. Ah, itu semua takkan mungkin bisa terbaca oleh sikap dan perasaanmu.
Egois aku memang egois, aku terlalu banyak berharap akan dirimu, hingga aku tak kuasa menghitungnya berapa kali aku berharap kepadamu. Begitu sering aku menyakiti perasaanmu, tapi kamu selalu memaafkan segala sikapku yang selalu dan bahkan berkali-kali menerkammu. Mata elangmu tajam membara, dan gelora asmara ini semakin memuncak menjelma bara api. Lihatlah aku yang hanya bisa membisu dihadapanmu. Tataplah diriku yang selalu mencintaimu dengan setulus hatiku. Namun kau selalu saja acuhkan diriku dengan begitu mulus. Seberapa tidak pentingkah aku terhadapmu? Apakah aku hanya sebatas angin yang berhembus di tikungan rumahmu? Apakah aku hanya sebatas debu di persimpangan jalan yang selalu membuatmu terluka? Kau selalu mengabaikanku. Tak pernah kau memahami perasaanku terdalam ini. Perasaan yang begitu indah selalu ku hadirkan dengan tetesan air mata.
Aku masih selalu bertanya – tanya apa aku tak berharga dimatamu? Apa aku hanyalah sebuah boneka yang selalu ikut serta dalam permainan panjangmu? Permainan selayaknya yang dimainkan anak kecil perempuan usia 5 tahun. Adakah hatimu teruntukku? Aku tak bosan bicara banyak kepadamu, aku tak akan bosan mengutarakan semua yang sudah menjadi kronologi ini. Segala sikapku yang semakin menyakitimu, mungkin akan membuatmu ilfeel. Apakah kamu akan menegurku? Ataukah kamu akan membiarkan sikapku terus menyakitimu? Aku salah! Ini kesalahan fatalku! Aku tak dapat memaafkan diriku. Kini aku mulai mengerti akan sikapmu, aku tak berhak berbicara tentang indahnya cinta ini, jika kau selalu saja tak memperdulikan aku dan selalu saja kau tutup telingamu. Semua tak akan mungkin jika aku berkata rindu, sayang, dan cinta, berkali – kali bahkan lebih sering kau ciptakan jarak yang semakin jauh, semakin panjang, dan semakin menjauh dariku, hingga akhirnya diriku tak akan mendapati kamu lagi. Aku tak pandai berbicara denganmu, aku tahu kamu tak selalu menghubungiku bahkan tak selalu membalas pesanku. Aku tahu kamu tak akan pernah ada untukku. Namun, ketahuilah aku tak bisa apa – apa tanpa kamu, aku tahu cupit itu selalu memancarkan panahnya.
Aku selalu lemah dihadapanmu, selalu buruk dan buruk dihadapanmu. Skenario perjumpaan ini selalu membuatku semakin bertanya jika selain memanggil namamu dan membawa namamu dalam percakapan panjang lebarku denganNya. DenganNya aku selalu mengeluh, selalu menceritakan tentangmu, tak ada hentinya aku bercerita tentangmu. Bagaimana bila ku cinta kau dari semua kekuranganmu? Sadarkah kamu senyum manismu selalu melukai hati kecilku? Ingatkah perkataanmu selalu meleburkan mimpi – mimpi indahku bersamamu? Apa kau tak pantas untukku? Ataukah aku tak pantas bahagia denganmu? Terlalu banyak pertanyaan tentang dirimu. Namun, bagian terkecil memahami dirimu adalah hal terfavorite dalam hidupku yaitu mempelajari setiap gerak – gerik sikapmu. Semoga kita dapat menjadi bagian hal yang terpenting dalam skenario kehidupan ini. Aku muak dengan semua ini, aku mencintaimu dan kamu belum tentu mencintaiku, aku mengagumimu lebih dari seorang idolaku, ya kamu memang belum tentu paham dengan perasaan kagum ku ini. Perasaan kagum ini juga membutuhkan proses panjang untuk kamu cerna dari otakmu, aku belum bisa mengenal perasaan ini lebih dalam, jika aku sudah mengenalnya lebih dalam mungkin tidak sesakit ini aku mencintai dan mengagumi sosok tentangmu.
Aku sadar, aku bukan siapa – siapa di bola matamu, dan tak akan pernah menjadi siapa – siapa yang lebih berarti. Sesungguhnya, aku ingin tahu, dimana kau taruhkan hati kecilku yang selalu kuberikan padamu? Tapi, kamu pasti enggan menjawabnya dan selalu kau acuh tak acuh tentang persoalan rasa penasaranku yang kian menjelma dahsyat. Sempat aku berpikir dan menyesali semua. Namun, apakah aku salah jika aku bertanya siapakah seseorang yang sesungguhnya telah beruntung memiliki hatimu?
Mungkin ini memang semua salahku. Aku berharap semuanya berubah dan semuanya telah berubah membawa hasil sesuai keinginanku, aku yang selalu bermimpi bisa menjadikanmu lebih. Salahkah jika perasaanku bertumbuh dan berkembang melebihi perasaan kagum terhadapmu?  Aku mencintaimu sebagai orang yang begitu berharga tinggi dalam hidupku. Namun, semua hanya khayalan semataku, semua jauh dari harapanku selama ini, mungkin, memang aku terlalu berharap banyak kepadamu. Akulah yang tak menyadari akan posisiku, kau sesungguhnya yang telah mengajari aku tuk tidak mengharapkan yang pasti dan selalu diabaikan, namun aku selalu membohongi perasaanku terhadapmu, akulah insan yang bodoh, akulah insan yang bersalah, selalu merasa benar dan berharap bahwa kamu mau memperdulikan aku !! Tenanglah, kamu tak perlu memperhatikanku terus – menerus dan kamu bebas memilih, biarkan cinta ini tumbuh sesuai dengan air yang mengalir. Mungkin kamu bahagia karena kamu tak mendapati aku lagi dan mungkin kamu bisa tersenyum lebih enjoy, aku sudah terbiasa tersakiti bahkan dicampakkan, terutama oleh kamu. Tidak perlu basa – basi lagi, aku bisa berjuang sendiri tanpamu. Dan kamu pasti tak sadar, aku berbohong jika aku bisa begitu mudah melupakanmu. Melupakan kenangan itu, dan aku berterima kasih, kau telah mengajarkan banyak cara menjelang perjuangan perjalanan hidupku. Detik – detik terakhir untuk mengakhiri jenjang study ku di kota perwira.
Dan kini saatnya MENJAUHLAH, aku ingin menghapuskan secuil kisah kita dengan kesepianku menyendiri, disana di kota metropolitan lukaku mungkin akan terobati, disana aku berharap tak akan kujumpai orang sepertimu, jikalau datang hanya berganti - ganti topeng dengan mudahnya, yang berkata cinta dan sayang dengan mudahnya lidah berucap setengah terbuka. Semoga kamu disana bisa melupakan diriku. Dan baik – baiklah disana, jangan pernah kau temui dan meminta cinta ku. Walau cepat atau lambat kau akan menyadari bahwa diriku mencintaimu hingga sesakit ini. Akan ku ingat selalu perkataan – perkataanmu yang selalu membuatku lebih akan meneteskan setiap air mata ini. Terima kasih atas semua kisah ku selama waktu kau mengajari ku di suatu ruangan yang tak asing bagi kita.
Disitulah aku akan menuah dan menaburkan benih, cerita ini hadir karena kamu. Rasa ini hadir juga karena kamu, dan perjuangan ini serasa belum berakhir karena kamu masih memandangiku. Walau sakit aku akan tetep bersyukur mengenalmu. Tapi maaf aku hanya seorang munafik yang selalu lembut menuruti maumu. Pesandiwara terhebat yang mungkin kamu temui, yaitu AKU. Banyak message ku yang mungkin kamu abaikan. Dan inilah pesan terakhirku untukmu lewat karya ini. Aku dapat mengutarakan redaman amarahku. Walau kamu berkata orang yang dapat meredam amarahnya sendiri adalah orang yang bisa mengendalikan keadaan psikisnya. Terima kasih kau telah menghubungi ku walau hanya sekejap. Aku pergi..

Kau Patahkan Sayapku

Kau..
Tulis surat dengan
Bulu yang kau cabut
Dari sayap – sayapku
Surat bersampul biru
Kau kirimkan untukku
            Namun...
            Aku tak temukan satupun
            Jejak luka disana
            Aku menangkap sinar
            Yang begitu berderap di dada
            Penuh dengan aksara – aksara cinta
Mahkota..       
Bertaktha kepala mutiara
Menggebu – gebu rindu
Yang lebih keras
Dari seluruh batu
Dari seluruh betako
            Namun...
            Tilas sayap – sayap ku
            Yang kau ipatahkan
            Masih membercak luka
            Darah kering di sudut dinding
            Pesakitan
Seperti suara malaikat
Yang tersekat di pelaminan
Terjala oleh hasrat
Yang begitu hebat
Kau patahkan sayapku

Menjelma kerinduan

Tersenyum Di Surga

Duhai pemain cinta..
Aku telah tiada
Dalam bayangmu
Kini ku telah melebur
Dalam ingatanmu      
            Pujangga...
            Dalam keabadian
            Aku telah terbang
            Menangis merana
            Merasakan kesakitan
Panahmu kau goreskan merangas
Perih...
Bila suatu saat nanti
Aku telah lenyap
Dari dunia fana ini
            Jangan pernah kau basuh aku
            Dengan serbuk tetesan air matamu
            Jangan kau halangi lagi          
            Mimpi – mimpi ku
            Yang indah ini
Kepergianku...                                                                                                                              
Ikhlaskan aku dengan
Lapang dadamu
Ikhlaskan aku pergi
Dari kehidupanmu
            Wahai penggores bunga kalbu...
            Benamkan jasad ku
            Kematianku berbalut
            Kasih sayang
            Yang tulus
Tanah yang subur
Bukit yang menjulang
Udara yang sejuk
Sejukkanlah kehidupanku
Di tempat indah teristimewa
            Tulang rusuk ku
            Mencerminkan arti
            Kehidupan baru
            Darah dagingku
            Yang tercecer berikan kedamaian
Ku ingin kau tersenyum
Melepaskan kepergianku
Kekasih...
Ketahuilah jika ku
Telah tiada namamu selalu terekam
            Jadikan hari perpisahan
            Kita yang terakhir
            Perpisahan termanis
            Saat ku tersenyum di surga
Di pintu gerbang
Rumah keabadianku
Aku selalu menunggumu
Untuk tersenyum
Melepasku pergi
            Jangan pernah kau sesalkan
            Semua peristiwa indah
            Peristiwa yang begitu manis
            Tak terencana dari agendaku
            Kekasih...

            Tersenyumlah!!

Bait - Bait Tentangmu

Keresahanku
Terkadang menyelipkan
Ketenangan jiwaku
Seperti di gelap malam
Memanah pusaka raga ini
Rapuh terinjak oleh senja
            Sekeping hati ku balut
            Ingin rasanya
            Mengusir kegelapan
            Malam di senja hari
Namun..
Remang – remang di Jogja
Tak ada lagi bait – bait
Keindahan
Tentang dirimu disini
            Gejolak jiwa ku
            Mulai menampakkan auranya
            Menyambut dirimu
            Yang telah lama ku tutupi

            Dari kisah mengenaskan

Cream Malamku

Langit takkan selalu
Menyuguhkan segerombolan
Awan hitam
Matahari seperti
Menaburkan benih kedamaian
            Serbuk air mata
            Sisa ku menangis
            Semalam...
            Telah ku jadikan
            Cream malamku
Separuh hatimu          
Membasuh luka
Bunga cintaku
Yang siap di bara api
Di dalamnya
            Sudahlah...
            Terlalu lama
            Diriku berkabung
            Lentik bulu mataku
            Teriris derita
Mungkin...
Di balik keterpurukkanku
Pasti ada suatu kebahagiaan
Nyata telah menunggu
Di pintu gerbang
            Dari tiap tetesan
            Air mata ku
            Mungkin, saat ini
            Aku belum bisa bangkit
            Bangkit dari kerapuhan jiwa ini
Sekeping hati yang terluka
Dalam baluran tangis
Apakah insan ini harus berlari ?
Mengejar bayangan yang tak pasti

Itu semua hanya lentera remang