Glitter Words
[Glitterfy.com - *Glitter Words*]
Glitter Words
[Glitterfy.com - *Glitter Words*]
Glitter Words
[Glitterfy.com - *Glitter Words*]

27 July 2015

When I Believed, Story isn't True.

Kurasakan kebekuan menyusup setiap jengkal aliran darahku. Perlahan kuhela nafas panjang untuk redakan sesak dalam dada ini. Tanpa sadar setitik air mataku jatuh menyapa kedua pipiku.
"Malam semakin larut saja, rupanya kau belum pulang juga?" Pertanyaan itu membuat gelombang getaranku semakin tinggi.
"Kenapa kau diam saja?" begitu pertanyaannya kembali bernyanyi dalam jiwaku. Rasanya bibir ini sangat sulit menjawab pertanyaan darinya meskipun pertanyaan itu terkadang melukai perasaanku.
"Belum." Jawabku singkat tanpa menatap bola matanya yang begitu indah itu.
Bintang malam ini cukup beruntung karena rembulan menemani sosoknya. Aku segera mencoba melarikan diri darinya. Kini jari jemarinya yang halus mencengkram jari jemariku yang tak kalah halusnya. Sungguh alergi panas dinginku mulai beraksi. Itulah sebabnya kusembunyikan. Aku tahu bahwa kamu tak pernah menegaskan untuk tetap bersamaku.
"Aku antar ke dokter ya? Aku tak mau kamu sakit." Perhatiannya sering kali membuatku lupa dengan semua permasalahanku. Entah, mengapa perasaan ini sangatlah besar terhadapnya. Aku tak tahu apakah ini cinta ataukah ketertarikan sesaat? Hmm..

Oh ya, aku lupa memperkenalkan diriku. Maria Titis, nama lengkapku. Aku, seorang gadis yang mempercayai cerita dongeng Cinderela. Aku penggila novel bergenre teenlite dan aku selalu memimpikan seorang pangeran yang berasal dari kalangan musisi. Ups.. Cukup disini saja perkenalan kita.

Azan subuh telah bersenandung. Alunannya sangat syahdu. Aku segera membuka tirai daun jendelaku. Ku tatap rumah yang berada di seberang jalan itu. Lalu lima menit akupun beranjak meninggalkan kamarku dan segera bersiap-siap untuk mengelilingi sudut kotaku, Yogyakarta.

Tepat pukul 07.00 WIB.
Akupun menelusuri lorong-lorong kompleks perumahanku.
"Ekhm... Lari sendirian?" suara itu menggugah lamunanku hingga terjatuh ke tanah yang akan membuat tubuhku terluka. Akan tetapi aku salah. Oh Tuhan, kau pertemukan kembali sosok yang telah menggendong dan mengantarku pulang ke rumah, tepatnya peristiwa larut malam seusai rekaman di studio RayReady.
"Kamu tak akan pernah kulepaskan karena kamu akan tetap berada disini memandangi wajah tampanku." Ucapnya selalu tepat dengan dialog hatiku.
"Apaan sih? Dasar cowok sok so sweet." celotehku dengan jutek dan tetap membiarkannya menggendongku lagi.
"Kau ini payah! Cowok setampan ini kau bilang sok so sweet. Hey aku memang romantis... tis... tis.. tis..." Jawabnya kepadaku. Kini ia perlahan mendekatkan hidungnya ke hidungku hingga membuatku pingsan.
"Oh Tuhan, kau pingsan kembali. Cewek aneh tapi manis juga dan tak kalah cantiknya." Batinnya. Lalu membawaku menaiki mobil ferarinya.

Dua menit kemudian.
Ketika mobil hendak melaju, alunan musik rock telah menyambar gendang telingaku. Akhirnya keisenganku dengan berpura-pura pingsanpun berhasil diketahuinya. Sepanjang perjalanan, kita saling bercanda selayaknya teman lama atau sahabat karib.

Beberapa jam telah berlalu..
Sore ini kami menghabiskan waktu berdua di pantai Glagah. Dimana pantai itu dapat menyembuhkan luka dan menengkan hati.
"Tis, jujur baru kali ini aku merasa nyaman sama kamu. Ya, meskipun kita baru pertama kalinya bertemu. Oh ya, namaku, Muhammad Raynald Prasetya. Saaaatu lagi nama bekenku, Ray Prasetya dan cukuplah kamu panggil Ray." Ucapnya dengan gayanya super kece.
"Nyaman? Emang aku rumah kamu?" Sahutku sambil memandangi gelombang ombak pantai yang menggulung indah itu.
"Rumahku adalah hatimu. Dimana hatiku tinggal dalam hatimu, Tis." Ray pun menggenggam kedua tanganku dan kita saling menatap menebarkan bunga cinta.
"Aku butuh banyak alasan Ray, buat percaya bahwa cinta yang kau katakan bukan sekedar imajinasiku." Akupun kembali mengelak dan memastikan bahwa ini adalah nyata.
"Tis, aku tahu, aku bukan seorang pria yang sempurna untukmu. Akan tetapi kau ambil sejumput aksaraku dan aku mencintaimu dengan caraku yang sempurna."
"Jika kau datang tidak untuk menyakitiku, satu syarat dariku bahwa kau harus tanda tangan kontrak cinta denganku."
"Ok. Besok akan kubuatkan untukmu."
Akhirnya kita berdua saling menyetujui perjanjian itu. Tentu saja dengan alasan tak ingin saling melukai. Cinta adalah sahabat sejati dalam hidup dan ia selalu abadi dalam setiap momen. Walaupun terkadang menumpahkan banyak air mata yang mengandung banyak varian rasa. Pikirku simple.

Satu tahun berlalu..
Aku pun bahagia sekali dengan apa yang sudah kumiliki. Suatu ketika tepat aku ingin datang ke konser Ray, tiba- tiba rasa sakit dalam hatiku pun kembali menghantui.
"Oh Tuhan, apakah ini benar-benar ketakutan terbesarku? Ketakutan terbesarku yang tak mudah untuk diungkapkan bahkan dijelaskan secara detail." Gumamku dalam hati.
Tiba-tiba Cakka sudah berada di depan teras rumahku sambil memainkan bola basket kesayangan miliknya.
"Ciee yang mau pergi. Rapi banget." Ucap Cakka menghampiriku ketika aku berdiri di depan pintu dengan langkah ragu-ragu.
"Kenapa Tis? Ini bukan sebuah kutukan. Aku tahu apa yang ada dalam hati dan pikiranmu." Bagiku celotehan Cakka saat ini tak mengagetkan lagi karena ia paham dengan cara dan sikap keseharianku yang sok misterius ini. Makhlumlah, sahabat dari kecil pastinya terperinci banget dong.
"Kka, tapi masalahnya ini berulang kali dan bukan sekali."
"Tis, jika cowok yang tulus dan benar-benar mencintaimu pasti dia tak akan pernah menyakiti perasaannya."
"Hmm.." sesaat aku menghela napasku dalam-dalam. Lalu kuteruskan kembali, "When you believe it, Kka. Bagaimana jika tragedi itu terjadi padamu? Apakah kau akan tetap pada prinsipmu?" Jawabku sambil berimajinasi tingkat tinggi.
"Aku akan tetap pada prinsipku, Tis. Ibuku selalu mengajariku hal yang terbaik untuk.." ucapan Cakka segera kupotong.
"Menghormati seorang wanita? Kka..." Kini giliran elakkanku dipotong olehnya.
"Ray itu tipe cowok setia, bertanggung jawab, taat agama. Apalagi yang kau ragukan darinya? Selingkuh? Itu bukan pekerjaannya, Tis." Tegas Cakka sambil memegang kedua bahuku dengan kedua tangannya dan ia berusaha meyakinkanku setengah mati.
"Okay. Jika memang dia tepat apa yang kau katakan. Apakah kau berani jamin atas nama Ray?"
"Percayalah padaku, Tis. Ayo cepat datang ke konser Ray! Lupakan kutukan yang menghantuimu selama ini !! Kurasa itu bukan kutukan, Tis." Cakka pun kembali meyakinkanku. Pada akhirnya, aku memutuskan pergi ke konser Ray meskipun masih dihantui dengan kutukan yang kupercayai itu.

Saat tiba di konser Ray..
Aku pun rela berdesak-desakkan dengan RayReady yang lainnya dan itu sama persis dengan konser-konser yang berkali-kali kukunjungi hanya untuk menontonnya. Entah, kedua kaki ini gemetaran ketika berada di bagian depan dan dua bola mata ini rasanya ingin sekali bercerita banyak hal. Oh Tuhan, kutukan itu kembali menghantuiku. Sejenak aku memejamkan mataku. Kini aku kembali membuka kedua mataku dan langsung menatap sosoknya yang berada di back stage. Tiba-tiba dari arah lain seorang gadis cantik datang memeluk Ray erat-erat dan mencium pipi kanannya. Hatiku mulai bernyanyi untuknya. Segera aku meninggalkan konser ini dengan kekecewaanku.

Di depan taman bacaan..
"When you believe it Kka! When you believe it Kka!" Teriakku seketika. Kesunyian malam ini membawa petakaku untukku. Cakka datang tepat pada waktunya melihat aku terluka, rapuh, dan menangis terkapar. Hanya Cakka yang tahu bahwa aku hanya bisa menangis ketika bersamanya.
"When you believe it Kka! Apa semua yang kau bilang itu? Salah! Story is not true. Kutukan tetaplah kutukan, Kka!" Ucapku sambil memukuli Cakka dan bersandar dibahunya.

Setelah enam puluh menit berlalu..
Ray menyusulku dan ia melihatku ketika aku sedang bersama Cakka. Aku pun mengetahui keberadaanya tetapi aku tak pernah menganggapnya hadir saat ini.

Cintaku telah kau racuni dengan seribu alasan yang kau sembunyikan. Bahkan penaku telah kau patahkan.

Menjelang subuh aku masih rapuh dan tak menginjakkan kaki ku di lantai rumah. Meskipun Cakka telah mengantarku pulang dan sampai di depan pintu gerbang rumah. Semalaman suntuk air mataku belumlah mengering. Di samping rumah aku menangis. Dimana tempat itu adalah tempat favorite ku, dulu. Ketika aku masih bahagia bersama RAYNATHAN sebelum kutukan itu menjemput kebahagiaan kita. Hahaha. RAYNATHAN, kekasih terbaikku di masa laluku. RAYNATHAN pergi meninggalkan aku demi seorang gadis lain yang lebih mencintainya daripada aku. Aku? Seorang gadis polos yang baru saja mengenal cinta. Kini bagiku peristiwa pahit itu adalah kutukan yang Tuhan berikan untukku. Saat inilah kutukan itu kembali menyerangku. Apalagi kekasihku saat ini juga memiliki panggilan yang sama, yaitu Ray.

Menjelang hari ke enam puluhku..
Ibuku menemukan diriku. Lalu aku pulang ke rumah dan aku segera ke kamarku. Kini orang tua ku menangis histeris.

Waktu telah bergulir. Malam pun telah berganti. Matahari telah pulang lebih cepat dari jam kerjanya.

22 November 2014
Hari ini adalah hari ke enam puluhku. Dimana hari ke enam puluhku tanpanya. Air mata ini belum lama mengering. Namun serpihan hati ini masih berpendar kemana-kemana. Aku tak memperdulikan fisikku. Baju ku yang compang-camping. Bau badanku tak sedap. Semenjak kejadian itu akupun tak mandi dan tidak makan. Rambutku seperti orang gila. Cakka sering kali menghiburku. Namun semua usahanya telah gagal. Ray pun tak memperdulikan keadaanku. Mungkin, dia telah bahagia bersama pilihannya.

Tok.. Tok.. Tok...
Seorang laki-laki berkemeja putih dengan jas hitam datang mencariku. Ia bertanya kepada Ibuku juga Ayahku. Sementara aku masih berada di kamar atas sambil bertanya-tanya siapa yang memarkirkan mobil ferari berwarna merah di depan pintu gerbangku. Aku pun segera turun mencari Ibu dan Ayahku.

Ray melihat keadaanku yang sangat buruk saat ini. Aku pun menatap kedua bola matanya dan memperhatikannya secara inchi. Mengapa banyak pertanyaan yang belum terjawab olehku.
"Oh Tuhan, kau telah mempertemukan aku dengannya kembali. Tis, aku minta maaf..." ucapannya terpotong dan aku menepis tangannya. Setelah aku mendengar suaranya yang khas di gendang telingaku.
"Buat apa kamu kesini cuma ingin menjadikan aku gila?"
"Aku tidak bermaksud melukai perasaanmu, sama sekali."
"Nyatanya apa? Selama ini kamu kemana saja?"

PLAAAÀAAAAAAAAAAKKKKKKKKK !!!!!
Aku pun segera menampar pipi kanannya dengan jari jemariku yang tak seharusnya kulakukan hingga pipinya memerah.
"Tampar lagi Tis? Ayo tampar lagi jika aku bisa menebus semua kesalahanku padamu!" Ray jongkok di depanku dan ia sangat pasrah bahwa aku dapat melakukan itu.
"Tak semudah itu Ray! Aku bukan seorang drummer yang pandai memukul. Justru kau yang pandai memukul hatiku hingga HANCUR TANPA SISA !! AKU BENCI KAMU !!!" Aku pun segera lari menaiki tangga kamarku.
"Titis, aku akan tetap disini sampai kau memaafkanku!" Teriak Ray dan tetap jongkok di lantai.
Kedua orang tua ku pun memarahi Ray habis-habisan. Bahkan mencaci-maki super duper mengerikan. Aku pun menyaksikannya di balik tangga arah kamarku. Meskipun aku harus meyakinkan bahwa dia tidak pantas kuperjuangkan.

Satu bulan tepat..
Ray masih berada di rumahku. Ray pun selalu saja menolong kesusahan orang tuaku hingga ia rela menjadi seorang satpam di depan rumahku yang siap kepanasan dan kehujanan. Pokoknya satpam tahan banting demi mendapatkan maaf dariku. Dan ia rela melihat aku bermesraan dengan Nico, teman Cakka, Elang, dan aku waktu kecil. Jujur hati ini masih ada cintanya bukan cinta Nico.

Tepat di hari ulang tahunku..
Semua isi ruangan rumahku terias dengan indah dan rapi. Ini benar-benar pesta ulang tahunku yang tak akan pernah kulupakan. Ya, anggap saja ini hadiah Tuhan karena aku melanggar kutukannya.

Tengah malam tepat..
Semua orang telah berkumpul. Cakka, Elang, dan Nico pun juga telah berkumpul. Namun, hati ini masih tetap menunggu satu orang yang sangat berarti dalam hidupku. Satu orang yang sangat melukai perasaanku. Satu orang terlalu abadi dalam setiap detik hembusan napasku. Satu orang itu hadir dalam pesta ulang tahunku.

Selesai potong kue..
Ray perlahan memperhatikanku. Sudut pandangnya tak pernah terlepas dari bola mataku. Aku segera menyuapin kue potongan pertamaku kepada Nico. Namun, ternyata Ray yang sudah memakan kue itu bukan Nico.
"Happy Brithday Maria Titis. Love love ku." Begitu tutur katanya sambil memasangkan kalung liontin ke leherku.
Aku tertegun dan berkaca-kaca dengan semua peristiwa ini.

Andai engkau tahu
Bila menjadi aku
Sejuta rasa dihati
Lama tlah kupendam,
Tapi akan kucoba mengatakan

Ku ingin kau menjadi milikku
Entah bagaimana caranya
Lihatlah mataku untuk memintamu
Ku ingin jalani bersamamu
Coba dengan sepenuh hati
Ku ingin jujur apa adanya
Dari hati

Kini engkau tahu
Aku menginginkanmu
Tapi takkan kupaksakan
Dan kupastikan
Kau belahan hati
Bila milikku..

Menarilah bersamaku
Dengan bintang-bintang
Sambutlah diriku
Untuk memelukmu

Dari Hati miliknya Club 80's pun juga menjadi korban malam ini.

"Semua itu adalah perasaanku dan tetap ada dalam hatimu."
"Ray, benar Tis. Aku sudah menceritakan semua hal yang telah terjadi padamu."
"Haruskah aku When you believe it Kka lagi?"
"Tis, ini aku, gadis cantik yang seusai konser Ray dan segera memeluk serta mencium Ray."
"Aku tak butuh kau datang! Aku tahu kau hanya ingin aku percaya dan memaafkan Ray lagi bukan? Tak perlu berbasa-basi santai. Aku sadar diri kok."
"Tis.." ucap gadis cantik tersebut memanggil sepenggal namaku.
"Apa? Sandiwara apa lagi yang akan kalian semua lakukan terhadapku?"

Hening sesaat..
"Hati tak bisa kalian tawar lagi dalam panggung sandiwara ini."
"Titis! Jangan keras kepala!" Bentak Ibuku.
"Oh Ibu, terlibat juga dalam panggung sandiwara Nico, Bu?"
Semua orang pun menuju ke arahku. Betapa terkejutnya mereka semua mendengar perdebatan dan perucapanku dengan Ibuku sendiri.
"Kebohongan yang enak di dengar, mengalahkan kebenaran yang disampaikan dengan kasar." Tegas Nico dengan terkejut.
"That's right. Dan aku tahu Ray tidak bersalah dalam hal ini. Aku tahu siapa nama kamu, gadis cantik dan dimana rumahmu?"
"Lantas mengapa kau tak mempercayai aku?" Sahut gadis cantik itu bernama nama kamu.
"Karena ini juga bagian dari rencanaku untuk menguji kesetiaan, pengorbanan, dan pengabdian cinta Ray untukku."
"Titis!" Teriak semua orang di dalam rumah ini.
"Jadi, aku luluskan Tis dalam ujian cintamu?" Ray meminta kepastianku sambil mencolek daguku yang kecil dan memegang kedua tanganku.
"Pasti lulus dong, Ray!" Celetuk Nico sambil memamerkan ijazah kelulusan cinta Ray terhadapku. Aku segera menyerobotnya dari tangan Nico dan membaca ijazah itu.
"Kok Kepala Sekolahnya kamu sih, Nic? Aku kan juga tanda tangan lho waktu kamu ngumpetin di belakang rumah Cakka." Protesku seketika.
"Hahaha. Itu ijazah ujian keisenganku terhadapmu, Tis." Sahut Nico dengan cengiran gigi close up nya.
"Kenapa gak sekalian ke ijabzah saja? Biar kamu dan cintamu selamanya untukku, Maria Titis sayangku." Tutur Ray sambil menyenggol-nyenggol bahuku.
"Awwww! Sakit...!" Teriak Ray karena Ibuku telah menjewer telinganya dan Ayahku telah mencubit lengan kanannya.

Akhirnya semua kisah yang salah ini bukanlah sebuah kutukan. Meskipun saat itu aku sempat mempercayai kutukan itu benar-benar ada. Saat ini, besok, dan seterusnya rencana Tuhan selalu indah pada waktunya. Saaaaatu hal lagi kutukan itu akan pergi dengan sikap dan cara kita menghakhirinya dan agar kita tidak terlalu menghiperbolakan peristiwa. See you...