Glitter Words
[Glitterfy.com - *Glitter Words*]
Glitter Words
[Glitterfy.com - *Glitter Words*]
Glitter Words
[Glitterfy.com - *Glitter Words*]

21 October 2017

PEMUKUL KALBU TERBAIK

Hai, penjaga surga kalbuku. Sedang apa kah kau di sana? Di tempat barumu bersama Bapaku, apa kau bahagia menikmati senja di malam minggu ini? Oh ya, rasanya aku ingin berlari mengejarmu seperti ombak pantai yang menggulung kenangan kita sepuluh tahun lalu. Emm, seandainya mesin time travelling itu benar nyata ya? Pasti keseruan kita tak akan berakhir.
Oops! Kau tahu, hobi baruku yaitu mengabadikanmu dalam setiap alunan musik penaku berdiksi lho! Hehehe. Mas bermata sipit yang tak pernah lenyap dari biji mataku. Senyuman yang khas sepuluh tahun lalu nyaris meruah seluruh tarik simpatiku. “Duh, dek! Potong rambut kependekan.” Begitulah tulismu pada timeline akun line milikmu. Lucu sih buatku.
Sepuluh tahun kita sejajar melangkahkan sayap untuk mengitari dunia luas. Mudah saja kau jatuhkan aku pada ketinggian yang tak pernah kubayangkan. Kala itu kita masih sebatas bocah yang sedang bereksperimen tanpa beban menikmati rasa. Kini dua puluh lima tahun genap usiamu tersisa hanya untuk sepotong kenangan purba.
Aku tak tahu lagi, bagaimana caraku mengutarakan suara kekata hatiku yang kian mendesing hebat. Menggebu-gebu seakan yang kubahas rindu itu tak pernah padam. Mas bermata sipit yang kalem, jejak pada kain merah berbentuk itu selalu kupakai lho! Mungkin, aku tak banyak meninggalkan bukti adanya pernah menjadi kita. Karena aku takut terluka terlalu dalam dan betadine tak mampu menutup luka di ulu hatiku ini.
Mas bermata sipit pemukul alunan musik sepuluh tahun lalu. Semoga kau di sana, di tempat bersama Bapaku tetap sebahagia lukisan senja purba. Sederhana cara kita saling berbagi kasih. Jujur mas, aku hanya mau menegaskan tentang seribu alasan yang belum sempat kuutarakan, “mengapa aku pergi meninggalkanmu? Mengapa aku tak mau berfoto berdua denganmu? Bahkan mengapa aku tak mau menjadi seperti yang kau minta?” itu semua karena aku takut jatuh pada kedalaman yang sangat dalam kategori asmaraku.
Eh, mas penjaga surga kalbuku. Aku teringat sesuatu lho! Jika jauh sebelum kepergianmu yang abadi, kau berhasil mencuri pintu masuk pada mimpiku berulang kali. Semingguan ini kau kembali hadirkan senyum pada ranum bibirku yang hampir hilang itu. Bahkan tak pernah kulewati hari yang indah pada mimpiku, Mas.
Seandainya saja, kau seperti sinetron DIA yang sedang kutonton tiap malam untuk mengobati rasa jenuhku. Sungguh, aku tak tahu status kisah kita itu seperti apa sih?! Namun, sejauh ini aku masih menyimpan berkas kenangan purba yang pernah kita ciptakan bersama. Ya, walaupun terbilang sedikit gagal sih... Itu semua ada gadis si hitam manis itu, mas.
Rasanya aku tak akan pernah kembali pada tempat awal kita berdiskusi. Itu pasti, Mas. Bukan kode atau pun harapan palsu lho! Lapangan basket dekat rumah suci hijau itu. Yang ada pohon mangganya dan tempat jemuran. Hihihiii. Saat itu sangat meriah menyalakan api perjuangan generasi penerus bangsa. Nuansa agustusan yang berkesan ya, Mas?! Titik dua D. Jalan santai hingga ke tempat yang pernah kita telusuri hanya untuk menghabiskan bensin dan waktu bercanda membahas indahnya materi-materi soal ujian nasional matematika. Wajar sih, aku belajar mati-matian mencintaimu. Wkwkwk.
Ah, sudahlah mas pemukul drum pada pemakaman alunan musik kalbuku! Berbahagialah di sana bersama Bapaku. Selamat pagi mas bermata sipit dengan tinggi seratus delapan puluh dua centimeter, bermotor supra X hitam. Aku pamit mengakhiri canda pada sejumput aksaraku ini.

Mas bermata sipit Selasa Kliwon, yang tak pernah mati pada ingatan dan seluruh semesta kalbuku.