Glitter Words
[Glitterfy.com - *Glitter Words*]
Glitter Words
[Glitterfy.com - *Glitter Words*]
Glitter Words
[Glitterfy.com - *Glitter Words*]

31 July 2015

Sibuk Memendam Rasa

Hai readers... Langit pagi hari ini sangat cerah bukan? Btw, aku gadis hitam manis yang memiliki segudang prestasi bela diri. Wow.. Aku tahu apa yang ada di otak kalian. Pasti kata "Keren! Hebat sekali !!" bukan? Hahaha.. Bagiku itu bukanlah hal luar biasa. Eitz.. Jangan bilang aku sombong!

BRAAAAAAKKKK !!!
"Tiara, jangan berisik! Nanti ketahuan Bu Irma."
"Maaf kak, aku tidak sengaja. Maaf." Sahut adik kelasku yang terkenal dengan keramahannya.

Dari belakang pintu ruang musik, sekujur tubuh berbadan kekar, langkah tegap, dan tinggi itu segera menyeretku pergi dari Tiara. Sementara sosok Bu Irma, guru BP sangat teramat galak telah terlihat nyata di depan bola mataku. Tiara membalikan badannya untuk menghindari Bu Irma.
"Tiara!" Tegas Bu Irma memanggil namanya sambil berdiri di depan ruang BP yang tak jauh letaknya dari ruang musik Tiara berdiri.
"Bu Irma?" Gerutunya. Jantungnya berdebar-debar sangat cepat dan segera menghampiri Bu Irma.

#      #      #       #       #

"Heh? Kamu masih punya PR dari aku." Ucap Cakka, teman sekelasku yang telah menyelamatkan aku dari Bu Irma.
"Ekhm.. PR apa lagi sih, Kka? Aku kan udah kerjain PR kimia kamu."
"Dasar ion Ag plus! Kamu habis berantem lagi kan sama waktu? Itu PR yang aku kasih belum kamu jawab sekaligus prestasi bela dirimu yang segudang ngalahin waktu."
"Hmm.."
"Makanya kalau tidur jangan kemalaman. Jadi kan gak kesiangan."
"Iya-iya. Lha kamu juga ngapain jadi followers ku sekarang?"
"Aku lagi apes. Disuruh berangkat sekolah jalan kaki sama mas Elang. Udah gitu diturunin di tengah jalan."
"Deritamu, Kka. Eh kita gak salah ini? Ngumpet di perpustakaan pagi-pagi."
Aku dan Cakka pun duduk di bangku tempat biasa.

Sejenak suasana terasa hening. Kini dikejutkan dengan ocehan bawel Shilla yang juga merupakan teman sekelasku.
"Lho, Cakka... Agni.. Kalian udah sampai duluan di perpustakaan?" Ucap Shilla sambil bertanya-tanya dalam hatinya. Kemudian disusul dengan langkah tegas Bu Irma. Seketika aku dan Cakka dengan refleks segera memamerkan senyum pepsoden ke arah Bu Irma. Setelah lima menit mengamati gerak-gerik kami berdua tanpa rasa curiga, Bu Irma meninggalkan ruang perpustakaan. Teman-teman sekelas pun segera berdatangan.
"Kenapa Shill? Ada yang salah denganku?" Ucapku dan Cakka bersamaan sambil menatap Shilla.
"Aduh.. Aku bingung ah dengan kalian berdua." Jawab Shilla sambil mencari novel kesayangannya yang akan di resensi.
"Oh ya Shill, kamu sedang cari buku apa?" Tanya Cakka hati-hati kepada Shilla.
"Cari novel kesayanganku, Kka. Yang mau aku resensi." Shilla menjawab dengan muka sibuknya dan nada sedikit manja.
"Oh ternyata dapat tugas resensi novel dan Bu Anggi izin." Ucapku dalam hati.

#     #      #      #

Jam istirahat telah berbunyi. Bu Nina telah mengakhiri mata pelajaran kedua, Biologi. Hari ini memang jadwalnya belajar di ruang perpustakaan. Lagi-lagi menyelematkan kembali.
"Kka, kantin yuk!" ajak Shilla menghampiri Cakka yang sedang merebahkan tubuhnya sejenak di atas meja.
"Gak ah Shill. Aku bawa bekal nih kesukaan kamu." Celetuk Cakka dengan cuek sambil membuka bekalnya.

Sementara aku sibuk dengan rumus-rumus kimia yang aku persiapkan untuk mengalahkan Cakka. Selama ini Cakka selalu mengungguliku dalam semua bidang studi. Namun aku juga tak kalah dengannya. Sejak kecil aku dan Cakka selalu bersaing ketat. Anehnya, kedudukan itu selalu bergantian dengannya.
"Shill, aku mau belajar dulu ya! Bentar lagi kan ulangannya Pak Atom Dalton." Ucap Cakka sesekali melirik aku sambil membuka buku catatannya yang kurang rapi.
"Yah, Cakka.. Aku suruh ngabisin bekal kamu sendirian nih? Gak asik ah! Bete ngetz!" Keluh Shilla membawa bekal Cakka ke tempat duduknya.
"Rasanya seperti di samber petir deh. Kenapa kretek-kretek gini sih hatiku?" Shilla berdialog dalam hatinya. Lalu mencuri-curi pandang aku dan Cakka.
"Kka, kasihan tuh Shilla, kamu cuekkin." Bisikku kepada Cakka.
"Terus? Aku sekarang harus nemenin Shilla makan?"
"Ya iyalah. Kan kamu udah bawain bekal buat Shilla. Lagian aku tahu, kamu pasti lapar juga kan. Sorry nih, aku lagi gak bawa bekal."
"Bilang aja. Kamu mau fokus ngapalin rumus-rumus kimia kan? Dasar ion Ag plus!" omel Cakka sambil menghampiri Shilla dan membawa bukunya.
"Akhirnya pengganggu konsentrasi pergi juga." Ucapku lirih tanpa memperdulikan omelan Cakka.
"Shill, bagi dong bekalnya!" Seru Cakka.
"Dasar cowok labil.." Celetuk Shilla sambil membagi bekal tadi.

Shilla dan Cakka pun saling menyuapin satu sama lain. Mereka terlihat sangat mesra. Kerap sekali setiap momen mereka terlihat romantis seperti itu. Namun di satu sisi aku dan Cakka sering mendapat julukan Smart Best Couple dari teman-teman seorganisasi aku dan Cakka, yaitu OSIS dan Ganesha Voice.

#   #   #   #   

Keesokkan harinya..
"Ciyee, Cakka dan Shilla makin so sweet aja."
Entah, ada yang salah mungkin dengan hati dan telinga ku. Ketika banyak yang menggosipkan Cakka dan Shilla berpacaran ataupun meledek mereka yang tengah romantisnya. Akhir-akhir ini sangat berbeda. Aneh! Mereka terlihat sangat romantis di depan umum dan tak seperti biasanya. Cakka sudah terlihat sangat jarang berbincang ataupun curhat denganku.
"Agni, kamu sudah membuat laporan pratikum titrasi minggu kemarin belum?" Tanya Andra, wakil ketua ekskul basketku dan menghampiri aku yang duduk tak jauh dari Cakka dan Shilla.
"Sudah. What happen?"
"Nyontek dong ion Ag plus"

GLEK !!

Hatiku mulai rapuh mendengar julukkan ion Ag plus. Kini sosok yang kerap sekali menjulukkiku tak mau lagi melontarkan julukkan itu. Aku ingin tahu apa yang ada di dalam otaknya? Bahkan hatinya seringkali ingin ku bedah? Apakah dia telah melupakan ataukah dia telah mengenangku?

Aku mulai menyukai hobi baruku, yaitu air mataku yang seringkali jatuh untuknya. Aku mulai menikmati kesibukkanku memendam rasa terhadapnya. Aku mulai bahagia ketika mengingat masa lalu kita. Bertengkar hingga berjam-jam, berdebat sampai larut malam hanya untuk memecahkan satu soal kimia, dan terakhir julukkan ion Ag plus, itu yang sangat membuatku sibuk untuk tidak menggubrisnya lagi.

"Aku mulai sangat terharu bahwa aku berhasil jatuh cinta dengan rasa sakit yang kau ciptakan." Dialog dalam hatiku dan Cakka bersamaan ketika saling menatap satu sama lain.

Cinta dapat disibukkan. Namun air mata tak dapat di pendam. Mungkin ini suatu reaksi perjuangan cinta kita.

"Kka, hatimu untuk Agni tapi ragamu ada bersamaku." Batin Shilla dengan menyibukkan diri, mencicipi makanan yang terhidangkan.

Ku mau kau tahu, hancurnya aku.
Saat tersadar, kau masih saja, berharap pada dia.
Yang dulu pernah hiasi.
Setiap harimu tanpa pikirkan perasaanku.
Kau hanya berikanku, harapan semu.

28 July 2015

Kuatnya Cinta Pertama

Angin melambai-lambai menyampaikan pesan pangeran. Kesunyian malam minggu bergelut dengan kicauan jangkrik nan setia menemani kesendirian Cakka.

"O Em Ji !!" teriakkan histeris Cakka ketika melihat angka 1725 di layar monitor laptopnya. Tak sengaja Cakka menumpahkan segelas air putih miliknya di meja belajarnya.
"Cakka, jangan buang air sembarangan!" Peringatan itu keluar dari bibir manis gadis kecil yang merupakan tetangga baru di kompleks rumahnya.
Cakka segera berhenti berteriak tengah malam dan tak menghiraukan ucapan tetangga barunya. Lalu Cakka membaca kembali inbox Gmail-nya dengan wajah tersenyum.
"Cakka, jangan seperti orang gila!" Peringatan kedua dari bibir manis gadis kecil itu mulai terdengar kembali.
"Iih, sok tahu banget sih apa yang aku lakukan?" Celetuk Cakka sambil menjatuhkan ponselnya ke kasurnya.
"Cakka, jangan dibanting-banting!" Peringatan ketiga lagi-lagi telah muncul. Akhirnya Cakka mulai sangat kesal dengan tetangga barunya. Tiba-tiba mas Elang, akrab di sapa mas El adalah seorang kakak yang jago banget bermain gitar itu masuk ke kamar Cakka.
"Rung turu Kka? Wes tengah wengi lho!" Ucapnya dengan logat bahasa Jawa. Cakka dan mas El tinggal di kota Yogyakarta, tepatnya.
"Durunglah!" Balasnya jutek sambil menunggu peringatan keempat dari bibir manis gadis kecil tetangga barunya itu.

Setelah lima menit tak ada suara peringatan. Cakka beranjak dari tempat tidurnya dan mas El duduk di bangku kerjanya sambil mengerjakan tugas mata kuliahnya.
"Cakka, mau pergi kemana? Tengah malam jangan keluyuran!" Peringatan keempat pun telah terdengar bersamaan dengan Cakka hendak memakai jaketnya.

Spontan suara tawa mas El menghiasi kesunyian malam hari ini. Bagaikan kilat menyambar di tengah malam tetapi hujan tak turun jua.
"Rungokke kae Kka omelan e!" Cerocos mas El ngasal sambil memperhatikan raut muka Cakka yang meninggalkan banyak pesan kemarahan.
"Cakka, punya telinga di pakai dong!" Sahut Cakka bersamaan dengan peringatan gadis kecil itu. Lagi-lagi mas El pun tertawa heboh dan membuka jendela kamar untuk melihat gadis kecil tetangga barunya itu.
"Elang, tutup jendelanya!" Perintah gadis kecil itu memotong batinan mas El.
"Weh alah, peka timen karo batinku." Cerocos mas El dan segera menutup jendela kamar. Akhirnya Cakka tak kuasa menahan cekikikannya itu. Pokoknya tawa hebohnya Cakka melebihi mas El.

BRAAAAAKKKKKk!
Botol pocari sweat melayang mengenai jendela kamar Cakka dan mas El. Kemudian Cakka membuka jendela dan mencari siapa yang melemparnya.

"BRISIK !!" Ucap BUMIL. Lalu pergi meneruskan tidur nyenyaknya. BUMIL, Ibu Milla terkenal sangat galak di kompleks rumahnya.
"Oh halah, apes aku dino kiye." Keluh Cakka sambil merebahkan tubuhnya. Sementara mas El sudah tertidur sangat pulas. Cakka pun hanya menoleh. Lalu menyusul mas El ke alam mimpi.

#      #       #       #         #

Burung Bernyanyi di pagi hari. Rasa kantuk itu masih menemani Cakka. Sementara mas El sudah bangun dan bersiap-siap berangkat ke kampusnya.
"Kka, tangi wes awan! Ora mangkat sekolah?" Ucap mas El sambil berdiri di depan cermin almarinya dengan merapikan pakaian kuliahnya.
"Hoahm..." Cakka pun terbangun sambil menguap.
"Wes jam pitu kae. Gek ndang adus!" Perintah mas El.

Cakka segera menuju ke istana airnya. Beberapa menit kemudian mas El pergi meninggalkan Cakka. Biasanya sih Cakka berangkat sekolah selalu diantar mas El tapi kali ini mas El sedang tergesa-gesa.
"Sial ah! Isuk-isuk wes kon mlaku." Cakka menggerutu selesai sarapan pagi dan bergegas berangkat sekolah.

#     #     #      #      #

Di perempatan gang..
"Cakka, enteni aku woy!" Teriak Maria Titis, fans berat Cakka dan mas El juga merupakan admin RayReady. Cakka menghentikan langkahnya dan membalikkan tubuhnya serta melihat ke arah Titis, panggilan kesayangan Cakka untuknya.
"Ono opo meneh? Kok mlayu-mlayu tho?" Ujar Cakka ketika Titis telah sampai di hadapannya.
"Eh kowe ki, tak hubungi kok angel tenan tho? Sido basketan ra mengko nang lapangan UNY?" Tanya Titis sambil terengah-engah mengatur napasnya.
"Sido lah Tis." Jawab Cakka singkat sambil melihat arlojinya telah hampir pukul 08.00 WIB. Cakka meneruskan berjalannya. Saat hendak meninggalkan Titis, segera menggeret Cakka ke jalan pintas.
"Ayo lewat kene wae ben cepet tekan!" Cerocos Titis dengan santai.
Akhirnya Cakka dan Titis pun berangkat sekolah bersama menikmati sudut kotanya.

#           #             #               #

Sesampainya di sekolah..
"Ciyee Titis, berangkat sekolah berduaan karo Cakka." Satu persatu ledekkan itu telah menjadi paduan suara dan pembukaannya sangatlah merdu. Betapa senangnya pagi hari ini. Sementara Cakka saat tiba di sekolahnya langsung mendapatkan hadiah kekesalan karena melihat wajah gadis kecil tetangga barunya. Menurut pengamatan Cakka, gadis kecil itu juga tak kalah cantiknya dengan malaikat kiriman Tuhan sejak dipertemukan kembali. Cakka dan gadis kecil itu saling berpapasan dan bertatapan. Sayangnya, gadis kecil itu sangatlah angkuh terhadap Cakka. Kesan pertama Cakka terhadap gadis kecil itu. Dalam hati Cakka berdoa semoga tidak satu kelas dengannya.

#        #          #          #

Tet.. Tet.. Tet...
Bel tanda masuk telah berbunyi dan itu artinya pelajaran pertama adalah Kimia.
"Eh kiro-kiro sopo yo guru Kimia e?" tanya Arga teman sebangku Cakka.
"Ah nek BURJO, aku mending turu." Sahut Jerry sambil membalikkan bangkunya dan berdiskusi dengan Cakka dan Arga.
"Paling yo Radiasi Benda Hitam." Tebakkan si kembar Jefry.
"Rak mungkin Jef." Elak the genk RAISA, RARA Imut Selalu Ada. Ya, the genk RAISA nama anggotanya RARA semua sampai tujuh kali. Salah satu genk cukup AXIS di sekolah Cakka.
"Wedih! Kompak sekali kalian bertujuh." Celetuh Arga.
"Guru anyar e ayu tenan!" Ujar Aldi sambil mengumumkan. Kemudian duduk di tempat duduknya.

Tiba-tiba Cakka berteriak histeris ketika melihat guru itu berada di depan meja guru kelasnya.
"O Em Ji !!"
Tujuh belas menit Cakka terdiam dan menatap keadaan sekelilingnya. Cakka pun salah tingkah. Namun guru cantik itu ternyata gadis kecil yang sangat menyebalkan bagi Cakka.

#      #         #        #        #

"Oh dadi koyo ngono ceritane Kka. Pantes wae kowe sebel karo guru kimia mu. Yo biji ne elek." Komentar Agni, salah satu teman perjuangan Cakka sewaktu musim Idola Cilik juga malaikat baginya.
"Lha terus aku kon ra dendam karo guru kae? Mosok wani ngundang aku DEKIL, kan kudune kowe thok sing oleh." Protes Cakka tak sadarkan diri.
"Maksud e piye tho Kka?" Tanya Agni penasaran dengan arah pembicaraan terakhir ini melalui telepon.
"O o ps. Hehe. Ora ono opo-opo kok." Elak Cakka dan mencoba membahas topik lainnya. Agar Agni tak terus bertanya-tanya secara detail. Cakka memang menyukai Agni karena Agni tipe cewek seperti malaikat baginya. Dia manis, sederhana, bahkan setiap saat selalu ada di dalam hati Cakka. Sayangnya Cakka tak berani menyatakan cinta yang selama ini menyiksa dirinya.
"Kka, aku arep latihan basket sik yo! Sampai ketemu tingkat provinsi."
"Wah, nantangi aku kiye ceritane? Okelah. Tak tunggu lho neng Jogja."
"Sip."

Percakapan itu telah usai. Cakka tersenyum memandangi ponselnya.

#        #        #        #         #

"Cakka, jangan gila dong!" Peringatan kelima telah berkumandang. Cakka segera ingin memarahi gadis kecil itu yang berada di dalam rumahnya.
"Kka, kae di goleki karo Jerry! Cepetan." Ujar Titis menyampaikan pesan kepada Cakka di bangku taman rumahnya.
"Lha kowe wes tekan tho, Tis? Mas El rung bali po?"
"Oh berarti kowe sakiki ngiro aku ki Setan Manismu ngono?" Canda Titis sambil membalas bbm nya.
"Setan Manis? Agni kuwi Setan Manisku." Jawab Cakka mengeloyor pergi.
"Weh, uduk guru kimia mu kae Kka?" Sahut Titis dan duduk di bangku taman sambil berselfie ria.
"Jitak lho, Tis!"

#      #      #      #

Satu bulan berlalu...
Pertandingan bola basket se provinsi telah dimulai. Cakka dan Agni kembali bertemu dalam perjuangan. Sekolah Cakka melawan sekolah Agni.

Sorak-sorai penonton telah menyibukan dan memadati stadion ini. Agni segera memposisikan dirinya di bangku dekat Titis.
"Cakka, semangat yo!" Teriakkan Agni menghiasi stadion ini. Cakka pun menoleh ke arah Agni dan mengacungkan jempolnya.
"Ciyee wes ketemu Cakka terus sakiki nyemangatin." Ledekkan dari gadis kecil yang menyebalkan bagi Cakka. Agni menoleh dan tersenyum kepada gadis kecil itu. Di satu sisi Titis sedang membalas bbm si gadis kecil itu yang ternyata merupakan fans Ray bernama RayReady. Agni, Titis, dan gadis kecil itu duduk berjejeran.
"Kepiye kabare mbak?" Tanya Agni kepada gadis kecil itu.
"Apik-apik wae kok, dek." Sahut si gadis kecil itu sambil membalas bbm Titis secara diam-diam.
"Lha mbak piye kuliahe? Mbak suwi ra crito karo mbak. Tiba-tiba pengen curhat e."
"Lancar. Curhat wae. Tak rungokke kok."

Cakka pun melihat keakraban gadis kecil itu dengan Agni. Kini Cakka mulai memanas rasa kesalnya. Namun, Cakka berhasil memadamkan amarahnya dan kembali bertanding.

Pertandingan babak pertama telah usai. Cakka menghampiri Agni. Akan tetapi ia sama sekali tak menggubris apa yang dikatakan gadis kecil itu.
Titis pun telah paham. Ternyata gadis kecil itu adalah guru Cakka. Disisi lain sahabat Agni. Begitu kesimpulan yang Titis dapatkan. Namun, Titis tak menyadari bahwa gadis kecil itu adalah teman bbm an nya.

Pertandingan babak kedua telah usai. Kini skor hasil pertandingan 9 - 12, dimenangkan oleh sekolahnya Agni.
"Ngopo sih kowe akrab banget karo kae wong?"
"Kae wong sopo Kka?"
"Sampingmu sing nganggo kocomoto pink, sok manis banget."
"Oh kae, mbak Entha. Kakak kelasku mbiyen jaman SMP tekan SMA."
"Kok iso akrab tho?"
"Yo isolah. Kan aku sahabatan karo mbak Entha."

Cakka mendengar semua penjelasan dari Agni, Cakka segera meninggalkannya sendirian.

"Kka, kowe ono masalah opo tho karo mbak Entha?" Respon Agni secara cepat.
"Ah kowe ki rangerti po piye? Kae sik sok tak ceritake karo kowe nang telepon."
"Oh dadi kowe ngamuk karo aku ngono?"
"Yo iyolah!"
"Kka, tapi mbak Entha ki sahabatku. Aku yo ra iso nek kon jauhi."
Hening sejenak.
"Yo wes. Aku tak lungo." Agni segera meninggalkan Cakka dengan kecewa.
"Agni !!" Teriak Cakka sesaat. Lalu memendam rasa gengsi dan takut kehilangannya.

Agni juga sering kali kesal dan lelah menunggu Cakka. Bahkan Agni sering berpikir bahwa Shilla yang terbaik untuknya bukan dirinya. Cinta memang hadir untuk merumitkan. Namun Cinta tak mau menyakiti banyak hati. Pikir Agni sesaat.

#     #     #       #

Seminggu kemudian..
Cakka kalang kabut ketika tidak mengerjakan PR kimia nya. Semua nilai-nilai Cakka hancur lebur.
Hari-harinya sangat kacau balau, biasanya Agni sebagai alarm, penyemangat, dan pengatur hidupnya. Namun, Agni benar-benar telah pergi meninggalkan dirinya. Gadis kecil itu sangat paham sekali dengan gerak-gerik Cakka. Akhirnya gadis kecil itu menghampiri Cakka.
"Hukum saja. Saya siap kok. Saya selalu salah di depan Anda. Saya terima caci makian Anda berkali-kali." Ujar Cakka sebelum gadis kecil itu bertanya.
"Saya mencaci maki kamu?"
"Iya. Anda seringkali mencaci maki saya."
"Aneh."
"Anda bilang aneh? Itu bukan hal aneh."
"Memang saya mencaci maki kamu bagaimana?"
"Cakka, jangan buang air sembarangan! Cakka, jangan gila dong! Apa itu bukan cacian?"
"Hahaha." Tawa gadis kecil itu.
"Kok ketawa?"
"Yang saya maksud Cakka itu kucing kesayangan saya. Dia saya beri nama Cakka karena warnanya coklat."

Semenjak hari itu Cakka jadi tahu dan merasa sangat bersalah dicampur malu sekali. Cakka meminta maaf kepada gadis kecil itu. Hampir seluruh siswa menertawainya.

#       #        #        #

Cakka menyesal telah bertengkar dengan Agni hanya karena salah paham. Setelah keadaan membaik, Agni telah menghilang bagaikan di telan bumi. Tiap malam Cakka selalu mengirimkan sebuah email kepada Agni. Sayang, Agni tak pernah membukanya. Berkali-kali Cakka juga sering menelepon ponsel Agni. Alhasil tak pernah diangkatnya. Cakka mencoba menelepon rumah Agni tak ada jawaban pula. Entahlah..

#     #      #      #      #        #

Satu tahun kemudian..
Cakka masih berusaha menghubungi Agni dan menunggunya. Semua tetaplah sia-sia.

Tak pernah terbayang akan menjadi seperti ini pada akhirnya
Semua waktu yang pernah kita lewati bersamanya telah hilang dan sirna
Hitam Putih perlu
Janji kita menunggu
Tapi kita tak mampu
Seribu satu cara kita lewati ntuk dapati semua jawaban ini

Bila memang harus berpisah
Aku akan tetap setia
Bila memang ini memang ujungnya
Kau kan tetap ada di dalam jiwa
Tak bisa tuk teruskan
Dunia kita berbeda
Bila memang ini ujung nya
Kau kan tetap ada di dalam jiwa

Memang tak mudah tapi ku tetap menjalani kosong nya hati
Dulula mimipi kita yang pernah terjadi tersimpan tuk jadi history

Hitam putih perlu
Janji kita menunggu
Tapi kita tak mampu
Seribu satu cara kita lewati tuk dapati semua jawaban ini

Bila memang harus berpisah
Aku akan tetap setia
Bila memang ini memang ujungnya
Kau kan tetap ada di dalam jiwa
Tak bisa ntuk teruskan
Dunia kita berbeda
Bila memang ini ujung nya
Kau kan tetap ada di dalam jiwa

Tak bisa tuk teruskan
Dunia kita berbeda
Tak bisa tuk teruskan
Dunia kita berbeda
Tak bisa tuk teruskan
Dunia kita berbeda
Tak bisa tuk teruskan
Dunia kita berbeda

Bila memang harus berpisah
Aku akan tetap setia
Bila memang ini memang ujungnya
Kau kan tetap ada di dalam jiwa
Tak bisa tuk teruskan
Dunia kita berbeda
Bila memang ini ujung nya
Kau kan tetap ada di dalam jiwa

(Tetap Dalam Jiwa - Isyana)

#        #       #      #      #    #

"Pah, lanjutin cerita pangeran Cakka dan putri Agni dong!" Rengek Akka ketika berada di pangkuan Cakka.
"Pangeran Cakka dan putri Agni akhirnya kembali bersatu." Sahut Agni sambil memeluk Cakka.
"Dan satu hal terindah dalam hidup pangeran Cakka dan putri Agni adalah ikatan pernikahan." Sahut Cakka sambil memeluk serta mencium kening Agni dan Akka, putra kedua Cakka-Agni.
"Ciyee madam Titis ngumpet-ngumpet ndengerin ceritane." Sahutan Nica di belakang Titis yang telah berdiri di balik tembok ruang tamu.

Bahagia itu datang bersama kepercayaan. Namun cinta datang dengan ketertarikan abadi. Jika hadir dengan ketertarikan sesaat itulah simpatik. Seribu kali cara pemisah jika cinta tulus dan ikhlas pasti terasa abadi kehebatnya dan kekuatannya. This is Strong Frist Love.

27 July 2015

When I Believed, Story isn't True.

Kurasakan kebekuan menyusup setiap jengkal aliran darahku. Perlahan kuhela nafas panjang untuk redakan sesak dalam dada ini. Tanpa sadar setitik air mataku jatuh menyapa kedua pipiku.
"Malam semakin larut saja, rupanya kau belum pulang juga?" Pertanyaan itu membuat gelombang getaranku semakin tinggi.
"Kenapa kau diam saja?" begitu pertanyaannya kembali bernyanyi dalam jiwaku. Rasanya bibir ini sangat sulit menjawab pertanyaan darinya meskipun pertanyaan itu terkadang melukai perasaanku.
"Belum." Jawabku singkat tanpa menatap bola matanya yang begitu indah itu.
Bintang malam ini cukup beruntung karena rembulan menemani sosoknya. Aku segera mencoba melarikan diri darinya. Kini jari jemarinya yang halus mencengkram jari jemariku yang tak kalah halusnya. Sungguh alergi panas dinginku mulai beraksi. Itulah sebabnya kusembunyikan. Aku tahu bahwa kamu tak pernah menegaskan untuk tetap bersamaku.
"Aku antar ke dokter ya? Aku tak mau kamu sakit." Perhatiannya sering kali membuatku lupa dengan semua permasalahanku. Entah, mengapa perasaan ini sangatlah besar terhadapnya. Aku tak tahu apakah ini cinta ataukah ketertarikan sesaat? Hmm..

Oh ya, aku lupa memperkenalkan diriku. Maria Titis, nama lengkapku. Aku, seorang gadis yang mempercayai cerita dongeng Cinderela. Aku penggila novel bergenre teenlite dan aku selalu memimpikan seorang pangeran yang berasal dari kalangan musisi. Ups.. Cukup disini saja perkenalan kita.

Azan subuh telah bersenandung. Alunannya sangat syahdu. Aku segera membuka tirai daun jendelaku. Ku tatap rumah yang berada di seberang jalan itu. Lalu lima menit akupun beranjak meninggalkan kamarku dan segera bersiap-siap untuk mengelilingi sudut kotaku, Yogyakarta.

Tepat pukul 07.00 WIB.
Akupun menelusuri lorong-lorong kompleks perumahanku.
"Ekhm... Lari sendirian?" suara itu menggugah lamunanku hingga terjatuh ke tanah yang akan membuat tubuhku terluka. Akan tetapi aku salah. Oh Tuhan, kau pertemukan kembali sosok yang telah menggendong dan mengantarku pulang ke rumah, tepatnya peristiwa larut malam seusai rekaman di studio RayReady.
"Kamu tak akan pernah kulepaskan karena kamu akan tetap berada disini memandangi wajah tampanku." Ucapnya selalu tepat dengan dialog hatiku.
"Apaan sih? Dasar cowok sok so sweet." celotehku dengan jutek dan tetap membiarkannya menggendongku lagi.
"Kau ini payah! Cowok setampan ini kau bilang sok so sweet. Hey aku memang romantis... tis... tis.. tis..." Jawabnya kepadaku. Kini ia perlahan mendekatkan hidungnya ke hidungku hingga membuatku pingsan.
"Oh Tuhan, kau pingsan kembali. Cewek aneh tapi manis juga dan tak kalah cantiknya." Batinnya. Lalu membawaku menaiki mobil ferarinya.

Dua menit kemudian.
Ketika mobil hendak melaju, alunan musik rock telah menyambar gendang telingaku. Akhirnya keisenganku dengan berpura-pura pingsanpun berhasil diketahuinya. Sepanjang perjalanan, kita saling bercanda selayaknya teman lama atau sahabat karib.

Beberapa jam telah berlalu..
Sore ini kami menghabiskan waktu berdua di pantai Glagah. Dimana pantai itu dapat menyembuhkan luka dan menengkan hati.
"Tis, jujur baru kali ini aku merasa nyaman sama kamu. Ya, meskipun kita baru pertama kalinya bertemu. Oh ya, namaku, Muhammad Raynald Prasetya. Saaaatu lagi nama bekenku, Ray Prasetya dan cukuplah kamu panggil Ray." Ucapnya dengan gayanya super kece.
"Nyaman? Emang aku rumah kamu?" Sahutku sambil memandangi gelombang ombak pantai yang menggulung indah itu.
"Rumahku adalah hatimu. Dimana hatiku tinggal dalam hatimu, Tis." Ray pun menggenggam kedua tanganku dan kita saling menatap menebarkan bunga cinta.
"Aku butuh banyak alasan Ray, buat percaya bahwa cinta yang kau katakan bukan sekedar imajinasiku." Akupun kembali mengelak dan memastikan bahwa ini adalah nyata.
"Tis, aku tahu, aku bukan seorang pria yang sempurna untukmu. Akan tetapi kau ambil sejumput aksaraku dan aku mencintaimu dengan caraku yang sempurna."
"Jika kau datang tidak untuk menyakitiku, satu syarat dariku bahwa kau harus tanda tangan kontrak cinta denganku."
"Ok. Besok akan kubuatkan untukmu."
Akhirnya kita berdua saling menyetujui perjanjian itu. Tentu saja dengan alasan tak ingin saling melukai. Cinta adalah sahabat sejati dalam hidup dan ia selalu abadi dalam setiap momen. Walaupun terkadang menumpahkan banyak air mata yang mengandung banyak varian rasa. Pikirku simple.

Satu tahun berlalu..
Aku pun bahagia sekali dengan apa yang sudah kumiliki. Suatu ketika tepat aku ingin datang ke konser Ray, tiba- tiba rasa sakit dalam hatiku pun kembali menghantui.
"Oh Tuhan, apakah ini benar-benar ketakutan terbesarku? Ketakutan terbesarku yang tak mudah untuk diungkapkan bahkan dijelaskan secara detail." Gumamku dalam hati.
Tiba-tiba Cakka sudah berada di depan teras rumahku sambil memainkan bola basket kesayangan miliknya.
"Ciee yang mau pergi. Rapi banget." Ucap Cakka menghampiriku ketika aku berdiri di depan pintu dengan langkah ragu-ragu.
"Kenapa Tis? Ini bukan sebuah kutukan. Aku tahu apa yang ada dalam hati dan pikiranmu." Bagiku celotehan Cakka saat ini tak mengagetkan lagi karena ia paham dengan cara dan sikap keseharianku yang sok misterius ini. Makhlumlah, sahabat dari kecil pastinya terperinci banget dong.
"Kka, tapi masalahnya ini berulang kali dan bukan sekali."
"Tis, jika cowok yang tulus dan benar-benar mencintaimu pasti dia tak akan pernah menyakiti perasaannya."
"Hmm.." sesaat aku menghela napasku dalam-dalam. Lalu kuteruskan kembali, "When you believe it, Kka. Bagaimana jika tragedi itu terjadi padamu? Apakah kau akan tetap pada prinsipmu?" Jawabku sambil berimajinasi tingkat tinggi.
"Aku akan tetap pada prinsipku, Tis. Ibuku selalu mengajariku hal yang terbaik untuk.." ucapan Cakka segera kupotong.
"Menghormati seorang wanita? Kka..." Kini giliran elakkanku dipotong olehnya.
"Ray itu tipe cowok setia, bertanggung jawab, taat agama. Apalagi yang kau ragukan darinya? Selingkuh? Itu bukan pekerjaannya, Tis." Tegas Cakka sambil memegang kedua bahuku dengan kedua tangannya dan ia berusaha meyakinkanku setengah mati.
"Okay. Jika memang dia tepat apa yang kau katakan. Apakah kau berani jamin atas nama Ray?"
"Percayalah padaku, Tis. Ayo cepat datang ke konser Ray! Lupakan kutukan yang menghantuimu selama ini !! Kurasa itu bukan kutukan, Tis." Cakka pun kembali meyakinkanku. Pada akhirnya, aku memutuskan pergi ke konser Ray meskipun masih dihantui dengan kutukan yang kupercayai itu.

Saat tiba di konser Ray..
Aku pun rela berdesak-desakkan dengan RayReady yang lainnya dan itu sama persis dengan konser-konser yang berkali-kali kukunjungi hanya untuk menontonnya. Entah, kedua kaki ini gemetaran ketika berada di bagian depan dan dua bola mata ini rasanya ingin sekali bercerita banyak hal. Oh Tuhan, kutukan itu kembali menghantuiku. Sejenak aku memejamkan mataku. Kini aku kembali membuka kedua mataku dan langsung menatap sosoknya yang berada di back stage. Tiba-tiba dari arah lain seorang gadis cantik datang memeluk Ray erat-erat dan mencium pipi kanannya. Hatiku mulai bernyanyi untuknya. Segera aku meninggalkan konser ini dengan kekecewaanku.

Di depan taman bacaan..
"When you believe it Kka! When you believe it Kka!" Teriakku seketika. Kesunyian malam ini membawa petakaku untukku. Cakka datang tepat pada waktunya melihat aku terluka, rapuh, dan menangis terkapar. Hanya Cakka yang tahu bahwa aku hanya bisa menangis ketika bersamanya.
"When you believe it Kka! Apa semua yang kau bilang itu? Salah! Story is not true. Kutukan tetaplah kutukan, Kka!" Ucapku sambil memukuli Cakka dan bersandar dibahunya.

Setelah enam puluh menit berlalu..
Ray menyusulku dan ia melihatku ketika aku sedang bersama Cakka. Aku pun mengetahui keberadaanya tetapi aku tak pernah menganggapnya hadir saat ini.

Cintaku telah kau racuni dengan seribu alasan yang kau sembunyikan. Bahkan penaku telah kau patahkan.

Menjelang subuh aku masih rapuh dan tak menginjakkan kaki ku di lantai rumah. Meskipun Cakka telah mengantarku pulang dan sampai di depan pintu gerbang rumah. Semalaman suntuk air mataku belumlah mengering. Di samping rumah aku menangis. Dimana tempat itu adalah tempat favorite ku, dulu. Ketika aku masih bahagia bersama RAYNATHAN sebelum kutukan itu menjemput kebahagiaan kita. Hahaha. RAYNATHAN, kekasih terbaikku di masa laluku. RAYNATHAN pergi meninggalkan aku demi seorang gadis lain yang lebih mencintainya daripada aku. Aku? Seorang gadis polos yang baru saja mengenal cinta. Kini bagiku peristiwa pahit itu adalah kutukan yang Tuhan berikan untukku. Saat inilah kutukan itu kembali menyerangku. Apalagi kekasihku saat ini juga memiliki panggilan yang sama, yaitu Ray.

Menjelang hari ke enam puluhku..
Ibuku menemukan diriku. Lalu aku pulang ke rumah dan aku segera ke kamarku. Kini orang tua ku menangis histeris.

Waktu telah bergulir. Malam pun telah berganti. Matahari telah pulang lebih cepat dari jam kerjanya.

22 November 2014
Hari ini adalah hari ke enam puluhku. Dimana hari ke enam puluhku tanpanya. Air mata ini belum lama mengering. Namun serpihan hati ini masih berpendar kemana-kemana. Aku tak memperdulikan fisikku. Baju ku yang compang-camping. Bau badanku tak sedap. Semenjak kejadian itu akupun tak mandi dan tidak makan. Rambutku seperti orang gila. Cakka sering kali menghiburku. Namun semua usahanya telah gagal. Ray pun tak memperdulikan keadaanku. Mungkin, dia telah bahagia bersama pilihannya.

Tok.. Tok.. Tok...
Seorang laki-laki berkemeja putih dengan jas hitam datang mencariku. Ia bertanya kepada Ibuku juga Ayahku. Sementara aku masih berada di kamar atas sambil bertanya-tanya siapa yang memarkirkan mobil ferari berwarna merah di depan pintu gerbangku. Aku pun segera turun mencari Ibu dan Ayahku.

Ray melihat keadaanku yang sangat buruk saat ini. Aku pun menatap kedua bola matanya dan memperhatikannya secara inchi. Mengapa banyak pertanyaan yang belum terjawab olehku.
"Oh Tuhan, kau telah mempertemukan aku dengannya kembali. Tis, aku minta maaf..." ucapannya terpotong dan aku menepis tangannya. Setelah aku mendengar suaranya yang khas di gendang telingaku.
"Buat apa kamu kesini cuma ingin menjadikan aku gila?"
"Aku tidak bermaksud melukai perasaanmu, sama sekali."
"Nyatanya apa? Selama ini kamu kemana saja?"

PLAAAÀAAAAAAAAAAKKKKKKKKK !!!!!
Aku pun segera menampar pipi kanannya dengan jari jemariku yang tak seharusnya kulakukan hingga pipinya memerah.
"Tampar lagi Tis? Ayo tampar lagi jika aku bisa menebus semua kesalahanku padamu!" Ray jongkok di depanku dan ia sangat pasrah bahwa aku dapat melakukan itu.
"Tak semudah itu Ray! Aku bukan seorang drummer yang pandai memukul. Justru kau yang pandai memukul hatiku hingga HANCUR TANPA SISA !! AKU BENCI KAMU !!!" Aku pun segera lari menaiki tangga kamarku.
"Titis, aku akan tetap disini sampai kau memaafkanku!" Teriak Ray dan tetap jongkok di lantai.
Kedua orang tua ku pun memarahi Ray habis-habisan. Bahkan mencaci-maki super duper mengerikan. Aku pun menyaksikannya di balik tangga arah kamarku. Meskipun aku harus meyakinkan bahwa dia tidak pantas kuperjuangkan.

Satu bulan tepat..
Ray masih berada di rumahku. Ray pun selalu saja menolong kesusahan orang tuaku hingga ia rela menjadi seorang satpam di depan rumahku yang siap kepanasan dan kehujanan. Pokoknya satpam tahan banting demi mendapatkan maaf dariku. Dan ia rela melihat aku bermesraan dengan Nico, teman Cakka, Elang, dan aku waktu kecil. Jujur hati ini masih ada cintanya bukan cinta Nico.

Tepat di hari ulang tahunku..
Semua isi ruangan rumahku terias dengan indah dan rapi. Ini benar-benar pesta ulang tahunku yang tak akan pernah kulupakan. Ya, anggap saja ini hadiah Tuhan karena aku melanggar kutukannya.

Tengah malam tepat..
Semua orang telah berkumpul. Cakka, Elang, dan Nico pun juga telah berkumpul. Namun, hati ini masih tetap menunggu satu orang yang sangat berarti dalam hidupku. Satu orang yang sangat melukai perasaanku. Satu orang terlalu abadi dalam setiap detik hembusan napasku. Satu orang itu hadir dalam pesta ulang tahunku.

Selesai potong kue..
Ray perlahan memperhatikanku. Sudut pandangnya tak pernah terlepas dari bola mataku. Aku segera menyuapin kue potongan pertamaku kepada Nico. Namun, ternyata Ray yang sudah memakan kue itu bukan Nico.
"Happy Brithday Maria Titis. Love love ku." Begitu tutur katanya sambil memasangkan kalung liontin ke leherku.
Aku tertegun dan berkaca-kaca dengan semua peristiwa ini.

Andai engkau tahu
Bila menjadi aku
Sejuta rasa dihati
Lama tlah kupendam,
Tapi akan kucoba mengatakan

Ku ingin kau menjadi milikku
Entah bagaimana caranya
Lihatlah mataku untuk memintamu
Ku ingin jalani bersamamu
Coba dengan sepenuh hati
Ku ingin jujur apa adanya
Dari hati

Kini engkau tahu
Aku menginginkanmu
Tapi takkan kupaksakan
Dan kupastikan
Kau belahan hati
Bila milikku..

Menarilah bersamaku
Dengan bintang-bintang
Sambutlah diriku
Untuk memelukmu

Dari Hati miliknya Club 80's pun juga menjadi korban malam ini.

"Semua itu adalah perasaanku dan tetap ada dalam hatimu."
"Ray, benar Tis. Aku sudah menceritakan semua hal yang telah terjadi padamu."
"Haruskah aku When you believe it Kka lagi?"
"Tis, ini aku, gadis cantik yang seusai konser Ray dan segera memeluk serta mencium Ray."
"Aku tak butuh kau datang! Aku tahu kau hanya ingin aku percaya dan memaafkan Ray lagi bukan? Tak perlu berbasa-basi santai. Aku sadar diri kok."
"Tis.." ucap gadis cantik tersebut memanggil sepenggal namaku.
"Apa? Sandiwara apa lagi yang akan kalian semua lakukan terhadapku?"

Hening sesaat..
"Hati tak bisa kalian tawar lagi dalam panggung sandiwara ini."
"Titis! Jangan keras kepala!" Bentak Ibuku.
"Oh Ibu, terlibat juga dalam panggung sandiwara Nico, Bu?"
Semua orang pun menuju ke arahku. Betapa terkejutnya mereka semua mendengar perdebatan dan perucapanku dengan Ibuku sendiri.
"Kebohongan yang enak di dengar, mengalahkan kebenaran yang disampaikan dengan kasar." Tegas Nico dengan terkejut.
"That's right. Dan aku tahu Ray tidak bersalah dalam hal ini. Aku tahu siapa nama kamu, gadis cantik dan dimana rumahmu?"
"Lantas mengapa kau tak mempercayai aku?" Sahut gadis cantik itu bernama nama kamu.
"Karena ini juga bagian dari rencanaku untuk menguji kesetiaan, pengorbanan, dan pengabdian cinta Ray untukku."
"Titis!" Teriak semua orang di dalam rumah ini.
"Jadi, aku luluskan Tis dalam ujian cintamu?" Ray meminta kepastianku sambil mencolek daguku yang kecil dan memegang kedua tanganku.
"Pasti lulus dong, Ray!" Celetuk Nico sambil memamerkan ijazah kelulusan cinta Ray terhadapku. Aku segera menyerobotnya dari tangan Nico dan membaca ijazah itu.
"Kok Kepala Sekolahnya kamu sih, Nic? Aku kan juga tanda tangan lho waktu kamu ngumpetin di belakang rumah Cakka." Protesku seketika.
"Hahaha. Itu ijazah ujian keisenganku terhadapmu, Tis." Sahut Nico dengan cengiran gigi close up nya.
"Kenapa gak sekalian ke ijabzah saja? Biar kamu dan cintamu selamanya untukku, Maria Titis sayangku." Tutur Ray sambil menyenggol-nyenggol bahuku.
"Awwww! Sakit...!" Teriak Ray karena Ibuku telah menjewer telinganya dan Ayahku telah mencubit lengan kanannya.

Akhirnya semua kisah yang salah ini bukanlah sebuah kutukan. Meskipun saat itu aku sempat mempercayai kutukan itu benar-benar ada. Saat ini, besok, dan seterusnya rencana Tuhan selalu indah pada waktunya. Saaaaatu hal lagi kutukan itu akan pergi dengan sikap dan cara kita menghakhirinya dan agar kita tidak terlalu menghiperbolakan peristiwa. See you...

26 July 2015

Penawar Patah Hatiku

Aku rindu dengan caramu menjelaskan sesuatu apapun itu. Aku rindu ketika tengah malam kau meneleponku selama seribu tujuh ratus dua belas kali tak pernah kuangkat. Dan kau masih melakukan hal yang membuatku semakin kesal dan ingin memeluk masa lalu kembali.

Aku mencintaimu mungkin tidak dengan hal kesempurnaan yang kau inginkan. Aku adalah hal itu yang bisa kaubaca dari mataku, mata yang tujuh tahun lalu menatapmu dan menemanimu selama setengah bulan menjelang gerbang perjuangan dan perpisahan kita. Saat itu, aku masih berumur tujuh belas tahun kurang tiga bulan. Apakah kau tidak pernah tahu, di mata gadis seusiaku, kau adalah pria sempurna selayaknya seperti seorang pangeran soleh yang selalu hadir dalam kehidupanku. Sering kali aku bertanya hal bodoh ini kepada Tuhan bahkan aku sering kali menyalahkan Tuhan dengan tragedi perjumpaan tragis kita ini.

Lihatlah kacamatamu, wahai seorang pria yang selalu kuagungkan di depan seluruh teman-temanku. Lensa yang kau pakai tidak terlalu tebal dengan frame berwarna hitam dan ia melekat tampak manis, berperan sesuai dengan karakter kewibawaan dan kepandaianmu. Pada akhirnya aku terlalu sibuk mengharapkanmu hingga kusiapkan hatiku untuk terluka berkali-kali.

Aku mencintaimu dan rasanya tujuh tahun menunggumu sudah sangat cukup lama bagiku. Pangeran soleh, aku mohon kepadamu. Lihatlah gadis polos ini, gadis yang diam-diam mengagumimu berdiri tepat di depan cermin kesayanganmu, melambaikan tangan dan tersenyum untukmu setiap saat. Gadis polos ini sangat rela mencintaimu meskipun mungkin kau hanya hidup dalam angan. Seberapa seringnya kau bertanya kepadaku meskipun kau tak pernah mengatakannya secara terus terang tentang apakah patah hatiku sudah tak lagi parah? Ayo, aahkanlah pandanganmu padaku, aku tahu wahai pangeran solehku, apa isi hatimu. Aku ini hanyalah penghapus yang merindukan tulisan teduh sepertimu, tapi izinkan aku menjadi pena yang selalu siap menemani penghapus untuk obat penawar patah hatiku yaitu biarkan aku menulis segalanya tentang kamu.