Kau..
Patahkan sayap cintaku
Ciptakan pesona pilu
Hempaskan kalbuku
Goreskan dalam tangis
Kau..
Renggut daku dari jerami
Belah jiwa dadaku
Tancapkan panah lentera
Dihantam api temarang
Kau..
Jerat hasratku
Kian memanah raga
Merasuki denyut nadiku
Degup tersebar setiap penjuru
Kau..
Singgah sejenak
Menuai kasih
Abadi dalam sendu
Pusatkan objek tersembunyi
Kau..
Putarkan strategi
Tarik - ulur mantramu
Tepiskan jemariku
Gugurkan mimpi
07 December 2013
24 October 2013
Coretan Momentum Cintaku
Aku pikir, laboratorium
kimia di Universitas Negeri Jakarta ini mungkin tempat yang pantas bisa mengalihkan perhatianku untuk menetralkan hatiku dari unsur rasa
suka dan rindu yang mencapai titik jenuh tertinggi, tapi kenyataannya berbanding terbalik. Mencoba melupakan segala
tentangmu itu bagaikan sebuah melepaskan kalor leleh dalam reaksi eksoterem.
Namun, ikatan hidrogen yang begitu kuat itu tak mampu meluluhkan hatiku untuk
move on dari sosokmu. Dari bilik tirai berwarna merah muda aku terdiam
merenungkan sepenggal perasaan yang semakin menyiksa diriku.
Berkaca pada rumus
persamaan usaha itu membuatku menghargai adanya gaya tarik – menarik dan tolak –
menolak yang berbanding lurus dengan lingkungan, kemudian dikalikan dengan
kedua muatan dan berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya. Dimana panjang
gelombang itu selalu kamu ciptakan seolah – olah kamu tidak menganggap aku ada
di sini, sosokmu yang begitu special di ruang hampa hatiku itu semakin hari membutuhkan
suatu energi potensial yang cukup luar biasa agar cintaku tak terpengaruh
dengan adanya gaya.
Pertama kali melihat
bayangmu tepat di titik fokus lensa kedua bola mataku, berdiri tegak, nyata,
dan kamu begitu manis dengan kaca mata hitam serta jemper merah. Kau tampan
hari ini, biarlah rasa itu temukan wujudnya seperti aliran gen yang perlahan
namun pasti menuju kondisi stabil tak tergoyahkan. Kau yang begitu sempurna
dimataku mampu mengubah dunia
percintaanku menjadi lebih sederhana. Hidup memang bukan sekedar rangkaian rumus tapi bila sejuta feromon dijadikan satu, hanya kau dan aku yang akan memahami sinyalnya seperti lock and key dalam sistem enzim. Cobalah mengerti aku yang selalu menginginkan sosokmu di saat aku sedang sendiri.
percintaanku menjadi lebih sederhana. Hidup memang bukan sekedar rangkaian rumus tapi bila sejuta feromon dijadikan satu, hanya kau dan aku yang akan memahami sinyalnya seperti lock and key dalam sistem enzim. Cobalah mengerti aku yang selalu menginginkan sosokmu di saat aku sedang sendiri.
Aku sadar ini hanya
rasa suka dan rindu yang begitu dahsyatnya. Sosokmu yang selalu aku puja bahkan
setiap hari aku jadikan pokok pembicaraan panjangku dengan TUHAN. LIHATLAH, PANDANGLAH AKU !! Aku terjerat di ruang hatimu, panah
asmara yang kau tancapkan masih melekat direlung hatiku. Tanpa meminta izinpun
kamu pergi begitu saja, melepaskan aku dari jeratan yang kamu ikat, betapa
tidak mungkin aku harus belajar melepaskan kepergianmu ? Itu sungguh tak mudah
yang seperti kau bayangkan.
Teknik pemisahan itu
mulai muncul perlahan – lahan di setiap rangkaian peristiwa ini, fase gerak
yang melewati tetesan air mata memisahkan fase diam yang menjadi sebuah emas. Untuk
kamu yang selalu menghantui perasaanku, datang dan pergi begitu saja dengan
seenaknya tanpa memikirkan orang lain. Sosokmu kujadikan sebuah pelajaran hal
terfavorite ku hari ini dan selama aku masih bisa mendapatkan sinyal simpatimu.
Aku bersyukur jika kamu membaca setiap momen inersia rasa ku yang tak hingga.
Ini resultan momentum cintaku.23 October 2013
Inilah Rumus Cintamu ??
Saat kau genggam erat
kedua tanganku, hatiku tak bisa berhenti merasakan perasaan yang indah bahkan
begitu ajaib semua yang kurasakan itu. Selalu tercipta suasana baru. Sikapmu
yang begitu cuek itu menyelipkan sebuah perhatian yang sulit aku cerna dari
otakku. Karisma yang berada di dalam dirimu begitu sangat hebat memberikan hal –
hal yang selalu indah. Mungkin, aku mengagumimu hari ini. Namun, serasa berbeda
setiap kali bertemu dengan sosokmu yang seperti artistokrat itu.
Kau pintar memainkan
sebuah rumus – rumus seakan – akan aku harus mempelajari rumus – rumus fisika
dan kimia itu lebih dalam. Apakah kamu akan mengajari aku tentang rumus – rumus
itu seperti saat indahnya kota perwira diguyur air hujan? Inilah rumus - rumus cintamu untukku? Aku selalu bertanya –
tanya tentang hal itu. Namun, selalu kuurungkan niatku. Senyumanmu saat
pertemuan terakhir itu masih mengebat erat di dalam hatiku. Ingin kuutarakan
rasa rindu yang menggebu – gebu ini, pasti semua akan diabaikan. Aku tidak
berharap banyak darimu. Aku yang selalu ingin kamu perhatikan dengan cara
apapun kamu tetap diam. Ya, fase diam dan fase gerak itu semua adalah teknik
sikapmu yang seperti kromatografi. Semakin takut aku kehilangan sosokmu.
Aku kira jarak yang
cukup panjang itu akan memisahkan aku dan dirimu. Sebuah perjalanan panjang
demi masa depan kita berjuang bersama tepat pada tanggal dua belas juli dua
ribu tiga belas, kita di ikhrarkan terpisah. Sakit saat aku mendengar dan
mengetahui sosokmu memang harus benar – benar hilang dari hadapan bola mataku. Aku rapuh,
seketika aku merasa hancur – lebur hidupku tak berarti. Ku coba bangkit secara
perlahan – lahan dalam dua minggu itu, namun alhasil masih tetap nol. Ku
kirimkan message untukmu, tak satupun kamu membalas message ku.
Kamu pergi begitu saja.
Sangat datar perjalanan sepenggal kisah ini. Kamu di kota peristiwa pertempuran
lima hari dan aku di kota metropolitan, yang harus bisa menjaga diri dari
segala macam godaan. Dunia ini memang keras dan tak selebar daun kelor. Setiap
malam aku mainkan tut’s hitam dan putih itu untuk kamu. Setengah mati merindu,
tentunya merindukan sosokmu yang jauh di sana. AKU INGIN KAMU TAHU, AKU DISINI
MENANTIMU !! TAPI APA MUNGKIN KAMU SELALU MENUNGGU AKU?? TAHU PERASAANMU LEBIH
DALAM SAJA AKU TIDAK TAHU?? KAMU TOLOL, NTHAAA!! DIA TAK MUNGKIN DATANG MEMINTA
HATIMU !!!
Ku rebahkan bahuku di
pulau kapuk, ku tangisi kesedihanku, ku ratapi sepenggal kisah yang begitu
singat dan padat ini. Dua september dua ribu tiga belas aku bergegas meninggalkan
kota perwira, menerobos dinginnya angin malam di stasiun gambir. Menapakkan
sejengkal langkah, ku rasa aku akan temukan sesuatu yang lebih berharga di
sana. Aku mengantapkan semua dengan kerendahan hatiku. Suasana baru, hidup
baru, buang masa lalu, bangkit dari keterpurukan. If you want to do something
and feel it in your bones that it’s the right thing to do, do it. Aku
tersenyum, membiarkan laptopku menyala dan menulis sebuah upstat di faceebook
ku.
Sebuah Mantra Terucap
Sejenak aku bersandar
di bahumu dan aku tertawa ria menatap mega – mega hitam yang berarakan. Di sini
di kota perwira ini hadirkan sebuah kisah tentang aku dan dirimu. Pasir putih
yang berkilauan menyambut kehadiranmu penuh canda, tawa dan duka. Hari – hari
kulalui tanpa sepenggal kisah denganmu saja. Semua kurasa begitu indah dan
selalu manis. Sosokmu yang begitu sempurna dimataku dan selalu special untukku.
Gerak – gerik tubuhmu selalu manis, tutur katamu selalu terucap sebuah mantra –
mantra seakan – akan aku terhipnotis olehmu. Pancaran sinar yang begitu dahsyat
itu tersirat di bola matamu yang sangat indah mempesona mampu mengebat – ebat erat
jantung hatiku. Setiap kali bertemu selalu kurasakan debar – debaran yang
menyebar ke segala penjuru.
Bergayut diantara dua
daun jendela, aksara – aksara kian memanah raga ini, kau yang selalu aku
banggakan, selalu ada untuk waktu yang aku butuhkan. Sosokmu yang tak asing
lagi singgah di ruang hati ini. Kau tempatkan di sana, seolah – olah itu ruang
yang cocok untuk tempat peristirahatan. Indah bukan? Sungguh begitu indah. Ku
perhatikan setiap kali gaya bahasamu, satu demi satu semakin menunjukkan sebuah
keindahan. Kau memang tampan, sosokmu tak mudah untuk di cari. Ibaratkan sebuah
permata ataupun mutiara yang sangat berharga itulah sosokmu. Bukan tampanmu
yang kucari saat ini, kau memang jenius dalam setiap hal, action – action yang
kau gebrakkan selalu berbeda. Kamu memang benar – benar ada di ruang hati
kecilku.
16 October 2013
Api Perjuangan
Menatari menunjukkan afsunnya
Mengebat erat – erat mawar merahku
Setelah abdas,
Masuklah ke dalam langgar
Dari bibir setengah terbuka,
Dia berkelana ke dalam dada
Dimainkannya jari – jemari
Hendaklah dirapatkan berpasangan
Dengan mata terpejam
Terbanglah...
Aksara – aksara dari
bibir manis
Kian memanah raga ini
Dengan sayup – sayup sepi
Berpendarlah percikan
air
Membasuh keresahan jiwa
Begitu dahsyat
Api perjuangan kian membara
Debar jantung yang begitu hebat
Tersebar menjalar di dalam dada
Meneliti mantra demi mantra
Agar tepat memanah arah
Tidaklah sia - sia
Detik – detik perjuangan
Dibalut kemelut api kekhawatiran
Namun...
Lentera itu menyalakan
terang
Hingga menjelma sebuah
ketenangan
Aku kira, asaku kalah
dalam perang
Sungai kehidupan
mengalir deras
Dan restu ibu, bapaku
menyertai jalanku
Masa – masa kritis
terlewati
Inilah perjalanan doaku
15 October 2013
Jangan Katakan Rindu !!
Entah,
harus darimana aku memulainya. Risauku terus menghampiriku yang tiada hentinya
dapatku hindari. Sudah cukup lama aku melupakanmu dari segala pelbagai peristiwa
tentangmu. Sungguh bangga hati ini ketika kita berjalan sendiri – sendiri.
Awalnya manis dan kurasa itu cukup manis untukku. Ketika sosokmu telah benar –
benar menghilang, kini hadir seorang yang sungguh teramat mirip dengan sosokmu
sama persis sikap dan kelahiranmu. Otakku kembali ku putar, merenungkan semua
peristiwa. Semua berjalan terasa manis sungguh manis. Ku pikir aku siap membuka
hatiku padanya. Dan ku pikir ia tak sama denganmu. Namun, kenyataan itu
bertolak belakang.
Perjuanganku
masih terus berangsur – angsur, segalanya memang tak mudah dan begitu saja terabaikan.
Dan semua itu adalah proses panjangku yang harus melibatkan hati kecilku yang
tercabik – cabik tanpa luka berdarah. Sebenarnya ini tak mudah bagiku untuk aku
lakukan. Namun, apa dayaku untuk memperjuangkan ini semua? Kau begitu mudahnya
pergi meninggalkan hasrat yang makin mendalam. Disaat hasrat itu tumbuh menjadi
bagian yang terpenting dengan mudahnya kamu buang begitu saja. Kamu bagian
terkecil dan terpenting dari peristiwa ini. Hampir setiap hari sosokmu dapat ku
temui, itu sangat sakit untukku. Kamu sungguh berbeda dan tak lagi sama seperti
dahulu kala.
Dari
hari ke hari aku harus melihat sosokmu di tempat ini. Mungkin, kamu tidak
menghiraukan aku dari sudut pandangmu. Apa kamu bangga bisa membuat perubahan –
perubahan yang begitu manis untukku? Kamu mungkin tak akan pernah mengenal dan
menganggapku pernah mengisi hari – harimu. Tersenyum dalam luka itu sungguh
merupakan tantangan terhebatku. Mungkin, aku berjuang sendiri selama setahun
denganmu? Kamu pun masih merasa have fun sampai hari ini. Salahkah aku masih
menyimpan perasaan itu? Walau aku tahu, dirimu dan diriku tak akan mungkin
bersatu.
Ragaku
yang begitu rapuh melihatmu bersama dengan yang lain. Aku tahu ragaku tak
sekuat ragamu. KENAPA KITA HARUS DIPERTEMUKAN ? Walau akhirnya rasa sakit dan
cinta itu harus kembali hadir. Disaat semua sudah memiliki kehidupan sendiri –
sendiri. Kamu berbeda dari yang lain, sosokmu sederhana sekali, sungguh sulit
mempelajari sosokmu tapi kenapa kamu memberikan misteri – misteri termanis
sepanjang hari – hariku ? Kenapa kamu selalu membuat hatiku semakin tak ingin
melepaskanmu ? Ataukah aku yang terlalu berharap kepadamu?
Setiap
dentang – dentang dinginnya malam, selalu terlintas wajahmu yang begitu tampan
seperti artistokrat. Padahal parasmu itu tidak setampan Kevin Apprilio, dan
kamu itu bukan gambaran seniman lukisan kelas atas. Sadarkah kamu? Aku jalani
semua penuh dengan pertanyaan tentangmu. Pertanyaan yang begitu banyak
menyiksaku. Sadisnya kau menelantarkan diriku. Perasaanku memang sedalam ini,
apakah kau mengerti dan mengetahuinya? TIDAK !! KAMU TIDAK AKAN MENGERTI
PERASAANKU SAMPAI SAAT INI. KAMU HANYA MEMIKIRKAN “DIA” YANG SUDAH MELEKAT
DIHATIMU. AKU TIDAK PERNAH SPECIAL DIMATAMU. AKU INI SAMPAH YANG HARUS DIBUANG
DARI HADAPANMU.
Sungguh
MENYAKITKAN, keberadaanku pun sama sekali tak kamu akui. Rasa special yang dulu
kamu ciptakan denganku pun kamu buang ke tengah pantai. Byurrrr! Hahahahaha.
Nampaknya semua usahaku tak ada artinya dimatamu. Seringkali kamu memandang
sebelah matamu saja. Sosokmu
hadir ditengah – tengah malam launching novel perdanaku. Dimana waktu yang
tepat dan special itu seharusnya untukku lebih terasa indah.
Di sini benar –
benar kutemukan peristiwa yang sangat aneh. Kamu hadir dan mengendalikan segala
sudut pandangku. Kamu tersenyum dengan sesuka hatimu. Aku tak akan terjerat
lagi dalam permainan hasratmu. Sudah cukup bagiku peristiwa ini, pesan singkat
yang kamu kirimkan itu hanyalah isyaratmu untuk mengelabuhi aku. Ya ya ya, aku
mengerti kamu sudah dengannya. Namun, senyumanku, kekagumanku, sapaku, dan
hasrat ini masih teruntukmu. Aku dan kamu tersenyum di suatu sudut penjuru
tertentu, sederhana sekali semua kemasan ini. Terabaikan dan selalu terabaikan
perasaan yang begitu mendalam dan mungkin, ini rasa rinduku yang tersebar dalam
hasratku dan rasa suka padamu yang tak akan pernah mati.
Sepasang Merpati
Cinta..
Bukanlah semanis coklat
Silver queen
Yang hanya seketika
Terasa begitu manis
Kasih sayang..
Bukanlah sekedar boneka
Beruang merah jambu
Yang akan menjadi kenangan
Cinta..
Yang tulus dan suci
terlahir
Dimana kedua mempelai
Telah menerima
pengakuan
Dimana sepasang kekasih
Dapat hidup semati
Menepati janji –
janjinya
Seperti sepasang merpati
Yang tak pernah
mengingkari
Janji sehidup semati
Seperti sepasang merpati
Yang begitu setia
Penuh dengan ketulusan jiwa
Selalu bersatu padu
Di kala manis bersama
Di kala pahit berjuang
Cinta mereka suci
Abadi sampai selamanya
Malam Penantianku
Tiga
detik
Aku
menunggumu
Menanti
kehadiranmu
Sepuluh
kali
Aku
berhayal tentangmu
Detak
– detak jantungku
Berdegup
semakin kencang
Berdua
menikmati
Malam
minggu ini
Dag... Dig... Dug...
Derrrrrrrrrrrr!!
Hasrat ini semakin terasa
Langkah ini semakin mendekat
Setengah mati
Aku merindukanmu
Ku putar kedua bola mataku
Ku main – mainkan
Ku putar kembali memori otakku
Tepat
ini bulan April
Bulan
kelahiran sang pangeran
Satu
... Dua... Tiga...
Tiga
detik kemudian
Sang
pangeranku mengirimkan
Sepucuk
surat elektronik
Surat
cinta untukku
Bunga
kalbu semakin membara
Wajah
penuh imajinasi
Mulai tersenyum manis bibir ini
Jari jemari yang begitu lembut
Bulu mata yang begitu lentik
Terasa tak dapat menunggu lebih lama
Tepat detik ketiga belas
Tiga belas!
Aku menatap dalam – dalam
Alam sekitarku mulai pucat
Angin malamku semakin berbisik
Bulan
April..
Tepat
pertemuan kita
Pertemuan
singkat
Berjalan
sangat cepat
Mimpi..
Terasa
seperti mimpi
Kau
pergi meninggalkanku
Untuk
selamanya
Tidurlah
dipembaringan senja abadi
KECUP
Dua
hati dua insan
Berpadu
melebur asmara
Dari
bibir setengah terbuka
Singgah
dia di dalam dada
Dentang
– dentang yang tersebar
Dengan mata terpejam
Sebutir demi butir
Terucap sebuah mantra
Dengan sayup – sayup sepi
Ini sebuah perjalanan doa
Terbanglah
Aksara
– aksara penuh jurus
Jurus
sebentuk pusaka
Mengubah
dunia
Kian
memanah asmara
Seperti kecup di pipi
Begitu indah ku rasakan
Dua insan menjadi satu
Dua hati menjadi satu
Kecup penggores rasa
14 October 2013
MENCINTAIMU SESAKIT INIKAH ???
Seusai pelajaran bahasa inggris, tepat pukul 15.00 WIB skenario ini terjadi begitu cepat, seketika kita mengulurkan tangan, saling menatap dan saling mengucap kata, “Hai...” inilah awal perjumpaan kita. Aku duduk di depanmu dan kamu duduk tepat di belakangku. Perasaan yang aneh ini pun menjadi saksi bisu atas skenario perjumpaan ini. Setiap hari kurasakan selalu berbeda dan tak lagi sama seperti dahulu. Kamu hadir many giving to change into my day’s. Hitam, putih, kelabu skenario kehidupanku menjadi lebih berwarna cerah, ketika sosokmu hadir mengisi dan menghiasi ruang lingkup kekosongan hati kecilku. Tanpa terlewati satu percakapan nothing special, seakan-akan semua mengalir deras dalam nadiku ini terasa begitu ajaib dan sungguh luar biasa. Entah, darimana asalnya perasaan ini bermula hingga tumbuh dan berkembang melewati perbatasan etika pertemanan kita.
Ketakutan akan kehilangan sosokmu mulai menjelma menjadi penyakitku yang sangat dan teramat parah. Siksaan datang menerkam, bertubi-tubi yang kurasakan setiap kali dan ketika tubuhmu menghilang dari sudut pandangku. Ketika sekujur tubuhmu semu berada disampingku. Kamu mesin pengendali otak dan hatiku begitu menerobos dengan cepat tak mengenal ruang dan waktu, tak ada sedikitpun yang aku mengerti akan perjalanan panjang ini. Aku sulit jauh darimu, aku membutuhkanmu seperti kamu adalah nafas panjangku, seakan – akan nadi ini akan berhenti begitu cepat, berhenti jika kamu tak dapat kutemukan, salahkah jika kamu selalu aku butuhkan? Kamu selalu kujadikan kebutuhan pokok skenario hidupku.
Tapi, mengapa sikapmu tidak seturut sekehendak dengan sikapku? Perhatianmu terkadang tak dapat kuartikan, perhatianmu seakan memberikan secuil tentang dirimu yang tak sedalam perhatianku terhadapmu. Itu yang dapat aku gagas, berjalan begitu datarnya kronologi ini, tatapan bola matamu tak setajam diriku menatapmu. Otak dan hatikupun berhasil kamu kendalikan. Semua mulai kurefleksi dan aku evaluasi kembali, mungkin ada sebercak kesalahan di antara aku dan dirimu. Senja yang hadir tanpa kebisingan, sekilas aku bertanya kepada sang pujangga dalam khayalan semata, apakah kamu tak merasakan apa yang sedang aku rasakan saat ini? Apakah kamu tak akan pernah merasakan hal yang sama? Waktu berjalan begitu cepat. Awanku mulai menangis senja di kota ini. Setitik demi setitik mulai menetes, semakin deras mengalir, dinginnya angin senja di kota ini membuat tubuhku ingin kurebahkan di bahumu. Namun itu semua aku urungkan niatku.
Kamu mungkin belum terlalu paham dengan perasaanku, karena kamu memang selalu sibuk dengan rumus – rumus kamu dalami. Kamu tak pernah sibuk memikirkannya. Kamu ajarkan aku banyak cara, mengatasi semua problema skenario ini. Cerita senja bersamamu hadir seketika di guyur air hujan hingga adzan isapun mulai berkumandang, kita masih disini. Berdosakah jika aku seringkali menjatuhkan air mata ku ini dari tempat peraduannya hanya teruntukmu seorang pemilik mata elang? Semua peristiwa ini hadir seketika tanpa aku harus mengundangnya. Perasaan ini hadir begitu indah dan selalu menerkamku, entah apa yang sedang kulakukan, kronologi yang tak mungkin dapat ku jelaskan secara runtut. Kamu selalu sibuk dengan duniamu sendiri. Mungkin, aku egois akan perasaan ini? Aku selalu kehilanganmu, dan aku juga selalu datang dan pergi tanpa meminta izin, tanpa sepengetahuanmu. Haruskah aku lakukan ini? Memanngnya siapa aku ini dimatamu? APAKAH AKU BAGIAN TERPENTING DARI SKENARIO HIDUPMU? BODOH!! Aku hanya seorang asing yang selalu mengusikmu, mungkin itu yang selalu kamu rasakan. Hadir dalam bunga tidurmu ataupun dalam anganmu akupun sangat bersyukur, apalagi merupakan bagian terkecil dari hal yang terpenting dalam hidupmu seutuhnya. Ah, itu semua takkan mungkin bisa terbaca oleh sikap dan perasaanmu.
Egois aku memang egois, aku terlalu banyak berharap akan dirimu, hingga aku tak kuasa menghitungnya berapa kali aku berharap kepadamu. Begitu sering aku menyakiti perasaanmu, tapi kamu selalu memaafkan segala sikapku yang selalu dan bahkan berkali-kali menerkammu. Mata elangmu tajam membara, dan gelora asmara ini semakin memuncak menjelma bara api. Lihatlah aku yang hanya bisa membisu dihadapanmu. Tataplah diriku yang selalu mencintaimu dengan setulus hatiku. Namun kau selalu saja acuhkan diriku dengan begitu mulus. Seberapa tidak pentingkah aku terhadapmu? Apakah aku hanya sebatas angin yang berhembus di tikungan rumahmu? Apakah aku hanya sebatas debu di persimpangan jalan yang selalu membuatmu terluka? Kau selalu mengabaikanku. Tak pernah kau memahami perasaanku terdalam ini. Perasaan yang begitu indah selalu ku hadirkan dengan tetesan air mata.
Aku masih selalu bertanya – tanya apa aku tak berharga dimatamu? Apa aku hanyalah sebuah boneka yang selalu ikut serta dalam permainan panjangmu? Permainan selayaknya yang dimainkan anak kecil perempuan usia 5 tahun. Adakah hatimu teruntukku? Aku tak bosan bicara banyak kepadamu, aku tak akan bosan mengutarakan semua yang sudah menjadi kronologi ini. Segala sikapku yang semakin menyakitimu, mungkin akan membuatmu ilfeel. Apakah kamu akan menegurku? Ataukah kamu akan membiarkan sikapku terus menyakitimu? Aku salah! Ini kesalahan fatalku! Aku tak dapat memaafkan diriku. Kini aku mulai mengerti akan sikapmu, aku tak berhak berbicara tentang indahnya cinta ini, jika kau selalu saja tak memperdulikan aku dan selalu saja kau tutup telingamu. Semua tak akan mungkin jika aku berkata rindu, sayang, dan cinta, berkali – kali bahkan lebih sering kau ciptakan jarak yang semakin jauh, semakin panjang, dan semakin menjauh dariku, hingga akhirnya diriku tak akan mendapati kamu lagi. Aku tak pandai berbicara denganmu, aku tahu kamu tak selalu menghubungiku bahkan tak selalu membalas pesanku. Aku tahu kamu tak akan pernah ada untukku. Namun, ketahuilah aku tak bisa apa – apa tanpa kamu, aku tahu cupit itu selalu memancarkan panahnya.
Aku selalu lemah dihadapanmu, selalu buruk dan buruk dihadapanmu. Skenario perjumpaan ini selalu membuatku semakin bertanya jika selain memanggil namamu dan membawa namamu dalam percakapan panjang lebarku denganNya. DenganNya aku selalu mengeluh, selalu menceritakan tentangmu, tak ada hentinya aku bercerita tentangmu. Bagaimana bila ku cinta kau dari semua kekuranganmu? Sadarkah kamu senyum manismu selalu melukai hati kecilku? Ingatkah perkataanmu selalu meleburkan mimpi – mimpi indahku bersamamu? Apa kau tak pantas untukku? Ataukah aku tak pantas bahagia denganmu? Terlalu banyak pertanyaan tentang dirimu. Namun, bagian terkecil memahami dirimu adalah hal terfavorite dalam hidupku yaitu mempelajari setiap gerak – gerik sikapmu. Semoga kita dapat menjadi bagian hal yang terpenting dalam skenario kehidupan ini. Aku muak dengan semua ini, aku mencintaimu dan kamu belum tentu mencintaiku, aku mengagumimu lebih dari seorang idolaku, ya kamu memang belum tentu paham dengan perasaan kagum ku ini. Perasaan kagum ini juga membutuhkan proses panjang untuk kamu cerna dari otakmu, aku belum bisa mengenal perasaan ini lebih dalam, jika aku sudah mengenalnya lebih dalam mungkin tidak sesakit ini aku mencintai dan mengagumi sosok tentangmu.
Aku sadar, aku bukan siapa – siapa di bola matamu, dan tak akan pernah menjadi siapa – siapa yang lebih berarti. Sesungguhnya, aku ingin tahu, dimana kau taruhkan hati kecilku yang selalu kuberikan padamu? Tapi, kamu pasti enggan menjawabnya dan selalu kau acuh tak acuh tentang persoalan rasa penasaranku yang kian menjelma dahsyat. Sempat aku berpikir dan menyesali semua. Namun, apakah aku salah jika aku bertanya siapakah seseorang yang sesungguhnya telah beruntung memiliki hatimu?
Mungkin ini memang semua salahku. Aku berharap semuanya berubah dan semuanya telah berubah membawa hasil sesuai keinginanku, aku yang selalu bermimpi bisa menjadikanmu lebih. Salahkah jika perasaanku bertumbuh dan berkembang melebihi perasaan kagum terhadapmu? Aku mencintaimu sebagai orang yang begitu berharga tinggi dalam hidupku. Namun, semua hanya khayalan semataku, semua jauh dari harapanku selama ini, mungkin, memang aku terlalu berharap banyak kepadamu. Akulah yang tak menyadari akan posisiku, kau sesungguhnya yang telah mengajari aku tuk tidak mengharapkan yang pasti dan selalu diabaikan, namun aku selalu membohongi perasaanku terhadapmu, akulah insan yang bodoh, akulah insan yang bersalah, selalu merasa benar dan berharap bahwa kamu mau memperdulikan aku !! Tenanglah, kamu tak perlu memperhatikanku terus – menerus dan kamu bebas memilih, biarkan cinta ini tumbuh sesuai dengan air yang mengalir. Mungkin kamu bahagia karena kamu tak mendapati aku lagi dan mungkin kamu bisa tersenyum lebih enjoy, aku sudah terbiasa tersakiti bahkan dicampakkan, terutama oleh kamu. Tidak perlu basa – basi lagi, aku bisa berjuang sendiri tanpamu. Dan kamu pasti tak sadar, aku berbohong jika aku bisa begitu mudah melupakanmu. Melupakan kenangan itu, dan aku berterima kasih, kau telah mengajarkan banyak cara menjelang perjuangan perjalanan hidupku. Detik – detik terakhir untuk mengakhiri jenjang study ku di kota perwira.
Dan kini saatnya MENJAUHLAH, aku ingin menghapuskan secuil kisah kita dengan kesepianku menyendiri, disana di kota metropolitan lukaku mungkin akan terobati, disana aku berharap tak akan kujumpai orang sepertimu, jikalau datang hanya berganti - ganti topeng dengan mudahnya, yang berkata cinta dan sayang dengan mudahnya lidah berucap setengah terbuka. Semoga kamu disana bisa melupakan diriku. Dan baik – baiklah disana, jangan pernah kau temui dan meminta cinta ku. Walau cepat atau lambat kau akan menyadari bahwa diriku mencintaimu hingga sesakit ini. Akan ku ingat selalu perkataan – perkataanmu yang selalu membuatku lebih akan meneteskan setiap air mata ini. Terima kasih atas semua kisah ku selama waktu kau mengajari ku di suatu ruangan yang tak asing bagi kita.
Disitulah aku akan menuah dan menaburkan benih, cerita ini hadir karena kamu. Rasa ini hadir juga karena kamu, dan perjuangan ini serasa belum berakhir karena kamu masih memandangiku. Walau sakit aku akan tetep bersyukur mengenalmu. Tapi maaf aku hanya seorang munafik yang selalu lembut menuruti maumu. Pesandiwara terhebat yang mungkin kamu temui, yaitu AKU. Banyak message ku yang mungkin kamu abaikan. Dan inilah pesan terakhirku untukmu lewat karya ini. Aku dapat mengutarakan redaman amarahku. Walau kamu berkata orang yang dapat meredam amarahnya sendiri adalah orang yang bisa mengendalikan keadaan psikisnya. Terima kasih kau telah menghubungi ku walau hanya sekejap. Aku pergi..
Kau Patahkan Sayapku
Kau..
Tulis surat dengan
Bulu yang kau cabut
Dari sayap – sayapku
Surat bersampul biru
Kau kirimkan untukku
Namun...
Aku
tak temukan satupun
Jejak
luka disana
Aku
menangkap sinar
Yang
begitu berderap di dada
Penuh
dengan aksara – aksara cinta
Mahkota..
Bertaktha kepala mutiara
Menggebu – gebu rindu
Yang lebih keras
Dari seluruh batu
Dari seluruh betako
Namun...
Tilas
sayap – sayap ku
Yang
kau ipatahkan
Masih
membercak luka
Darah
kering di sudut dinding
Pesakitan
Seperti suara malaikat
Yang tersekat di pelaminan
Terjala oleh hasrat
Yang begitu hebat
Kau patahkan sayapku
Menjelma kerinduan
Tersenyum Di Surga
Duhai pemain cinta..
Aku telah tiada
Dalam bayangmu
Kini ku telah melebur
Dalam ingatanmu
Pujangga...
Dalam
keabadian
Aku
telah terbang
Menangis
merana
Merasakan
kesakitan
Panahmu kau goreskan merangas
Perih...
Bila suatu saat nanti
Aku telah lenyap
Dari dunia fana ini
Jangan
pernah kau basuh aku
Dengan
serbuk tetesan air matamu
Jangan
kau halangi lagi
Mimpi
– mimpi ku
Yang
indah ini
Kepergianku...
Ikhlaskan aku dengan
Lapang dadamu
Ikhlaskan aku pergi
Dari kehidupanmu
Wahai
penggores bunga kalbu...
Benamkan
jasad ku
Kematianku
berbalut
Kasih
sayang
Yang
tulus
Tanah yang subur
Bukit yang menjulang
Udara yang sejuk
Sejukkanlah kehidupanku
Di tempat indah teristimewa
Tulang
rusuk ku
Mencerminkan
arti
Kehidupan
baru
Darah
dagingku
Yang
tercecer berikan kedamaian
Ku ingin kau tersenyum
Melepaskan kepergianku
Kekasih...
Ketahuilah jika ku
Telah tiada namamu selalu terekam
Jadikan
hari perpisahan
Kita
yang terakhir
Perpisahan
termanis
Saat
ku tersenyum di surga
Di pintu gerbang
Rumah keabadianku
Aku selalu menunggumu
Untuk tersenyum
Melepasku pergi
Jangan
pernah kau sesalkan
Semua
peristiwa indah
Peristiwa
yang begitu manis
Tak
terencana dari agendaku
Kekasih...
Tersenyumlah!!
Bait - Bait Tentangmu
Keresahanku
Terkadang menyelipkan
Ketenangan jiwaku
Seperti di gelap malam
Memanah pusaka raga ini
Rapuh terinjak oleh
senja
Sekeping
hati ku balut
Ingin
rasanya
Mengusir
kegelapan
Malam
di senja hari
Namun..
Remang – remang di Jogja
Tak ada lagi bait – bait
Keindahan
Tentang dirimu disini
Gejolak
jiwa ku
Mulai
menampakkan auranya
Menyambut
dirimu
Yang
telah lama ku tutupi
Dari
kisah mengenaskan
Subscribe to:
Posts (Atom)