Aku pikir, laboratorium
kimia di Universitas Negeri Jakarta ini mungkin tempat yang pantas bisa mengalihkan perhatianku untuk menetralkan hatiku dari unsur rasa
suka dan rindu yang mencapai titik jenuh tertinggi, tapi kenyataannya berbanding terbalik. Mencoba melupakan segala
tentangmu itu bagaikan sebuah melepaskan kalor leleh dalam reaksi eksoterem.
Namun, ikatan hidrogen yang begitu kuat itu tak mampu meluluhkan hatiku untuk
move on dari sosokmu. Dari bilik tirai berwarna merah muda aku terdiam
merenungkan sepenggal perasaan yang semakin menyiksa diriku.
Berkaca pada rumus
persamaan usaha itu membuatku menghargai adanya gaya tarik – menarik dan tolak –
menolak yang berbanding lurus dengan lingkungan, kemudian dikalikan dengan
kedua muatan dan berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya. Dimana panjang
gelombang itu selalu kamu ciptakan seolah – olah kamu tidak menganggap aku ada
di sini, sosokmu yang begitu special di ruang hampa hatiku itu semakin hari membutuhkan
suatu energi potensial yang cukup luar biasa agar cintaku tak terpengaruh
dengan adanya gaya.
Pertama kali melihat
bayangmu tepat di titik fokus lensa kedua bola mataku, berdiri tegak, nyata,
dan kamu begitu manis dengan kaca mata hitam serta jemper merah. Kau tampan
hari ini, biarlah rasa itu temukan wujudnya seperti aliran gen yang perlahan
namun pasti menuju kondisi stabil tak tergoyahkan. Kau yang begitu sempurna
dimataku mampu mengubah dunia
percintaanku menjadi lebih sederhana. Hidup memang bukan sekedar rangkaian rumus tapi bila sejuta feromon dijadikan satu, hanya kau dan aku yang akan memahami sinyalnya seperti lock and key dalam sistem enzim. Cobalah mengerti aku yang selalu menginginkan sosokmu di saat aku sedang sendiri.
percintaanku menjadi lebih sederhana. Hidup memang bukan sekedar rangkaian rumus tapi bila sejuta feromon dijadikan satu, hanya kau dan aku yang akan memahami sinyalnya seperti lock and key dalam sistem enzim. Cobalah mengerti aku yang selalu menginginkan sosokmu di saat aku sedang sendiri.
Aku sadar ini hanya
rasa suka dan rindu yang begitu dahsyatnya. Sosokmu yang selalu aku puja bahkan
setiap hari aku jadikan pokok pembicaraan panjangku dengan TUHAN. LIHATLAH, PANDANGLAH AKU !! Aku terjerat di ruang hatimu, panah
asmara yang kau tancapkan masih melekat direlung hatiku. Tanpa meminta izinpun
kamu pergi begitu saja, melepaskan aku dari jeratan yang kamu ikat, betapa
tidak mungkin aku harus belajar melepaskan kepergianmu ? Itu sungguh tak mudah
yang seperti kau bayangkan.
Teknik pemisahan itu
mulai muncul perlahan – lahan di setiap rangkaian peristiwa ini, fase gerak
yang melewati tetesan air mata memisahkan fase diam yang menjadi sebuah emas. Untuk
kamu yang selalu menghantui perasaanku, datang dan pergi begitu saja dengan
seenaknya tanpa memikirkan orang lain. Sosokmu kujadikan sebuah pelajaran hal
terfavorite ku hari ini dan selama aku masih bisa mendapatkan sinyal simpatimu.
Aku bersyukur jika kamu membaca setiap momen inersia rasa ku yang tak hingga.
Ini resultan momentum cintaku.