17 December 2017
TIGA MENIT PELEDAK KALBUKU BERDESING
16 December 2017
MENCINTAIMU SEGEMPA INI
13 December 2017
MASIHKU MENCINTAIMU SESAKIT INI #5
12 December 2017
MENCINTAIMU MASIH SESAKIT INI #3
09 December 2017
MENCINTAIMU SESAKIT INI #2
Mas sayang, aku paham betul tentang arti rasa mas. Entah, aku tidak mengetahui gaya macam apa yang terjadi pada kompleksnya konflik kisah kita. Aneh sih, tiba-tiba datang memintaku untuk terikat dalam satu tujuan hidup yang sama. Nyatanya, kita hanya dipertemukan dalam ruang lingkup sederhana. Itupun sekitar sepuluh tahunan yang lalu. Unik bukan? Hmm...
Mas sayang, seandainya kau lebih memahami rasaku. Mungkin kau akan tahu seberapa dalam arti hubungan itu yang selalu kusinggungkan pada topik pembahasan kita yang easy going itu. Mungkin aku bisa mengikhlaskanmu tetapi tidak untuk saat ini. Karena aku masih menyimpan banyak hal yang ingin kutanyakan dan kuutarakan padamu mas sayang. Maaf bila aku menjadi resah tak bernada.
Rasa sayang boleh dimanjakan mas. Rasa cinta boleh untuk tidak diperjuangkan. Akan tetapi, tergantung pada dasar atas nama ketulusan mas. Dan itu belum ada padamu. Maaf bila aku merasa mundur. Yang kuinginkan adalah kita saling berjuang bersama bukan menjadi bidang miring. Mas sayang, aku tak mau banyak hal untuk menuntut ini itu. Aku ingin kau selalu menyayangiku lebih dari sekadar rasa tertarik. Meskipun aku paham hati kita satu dengan problematika yang sama. Percayalah! Kau orang kedua yang membuatku menangis tetapi kau orang pertama yang membuatku menjadi sosok wanita paling istimewa, mas.
“Tomat Merah,” ujarku pada chattingan kita. Oh ya, julukan untukmu itu karena kau setiap pagi memberiku emotion dua pipi merah tersenyum sih. Mas sayang, terima kasih atas semua rasa dan perjuanganmu untukku. Jujur, aku sangat bahagia dan sebaper ini. Mas sayang, mungkin banyak hal yang kau pertanyakan. Maaf bila aku tak mampu mengatakan satu per satu. Alasannya simple, aku mau kau tahu sendiri mas.
Mas sayang, seandainya waktu bisa kuputar mas. Rasa yang sekian beberapa hari ini sesungguhnya telah lama menggerogoti dunia kalbuku mas. Sejak kejadian tatap senyummu di ruang OSIS terakhir kali membahas topik album kenangan SMP. Namun, perlahan mampu kuredamkan untuk tak menyemburat lebih panas lagi. Ternyata, dari sekian lamanya waktu tak terduga itu mas, kini kumenemukan semua jawaban tersebut. Ah, sudahlah mas sayang! Cukup.
Pasrah aku untuk ke depan hubungan kita yang rumit, easy going ini. Mas sayang, satu hal lagi sih yang ingin kuabadikan pada racikan diksiku ini. Aku ingin tahu jika kau benar-benar memperjuangkanku sampai titik jenuh, apa pun resikonya akan kulakukan mas. Tapi sayang, semua tidak mengizinkan menjadi kita.
Terima kasih mas sayang tomat merahku. Jangan baper plis! Kumohon jangan tinggalkan kontak setelah kita tak benar satu. Pesanku sih tetap bahagia bersamaku dalam perasaan konstan mas. MINES; dua nama dua hati saling menghargai cinta itu adalah kita.
Untukmu mas sayang si pemilik zodiak cancer berkulit hitam manis pecinta futsal atau club Real Madrid.
21 October 2017
PEMUKUL KALBU TERBAIK
Hai, penjaga surga kalbuku. Sedang apa kah kau di sana? Di tempat barumu bersama Bapaku, apa kau bahagia menikmati senja di malam minggu ini? Oh ya, rasanya aku ingin berlari mengejarmu seperti ombak pantai yang menggulung kenangan kita sepuluh tahun lalu. Emm, seandainya mesin time travelling itu benar nyata ya? Pasti keseruan kita tak akan berakhir.
Oops! Kau tahu, hobi baruku yaitu mengabadikanmu dalam setiap alunan musik penaku berdiksi lho! Hehehe. Mas bermata sipit yang tak pernah lenyap dari biji mataku. Senyuman yang khas sepuluh tahun lalu nyaris meruah seluruh tarik simpatiku. “Duh, dek! Potong rambut kependekan.” Begitulah tulismu pada timeline akun line milikmu. Lucu sih buatku.
Sepuluh tahun kita sejajar melangkahkan sayap untuk mengitari dunia luas. Mudah saja kau jatuhkan aku pada ketinggian yang tak pernah kubayangkan. Kala itu kita masih sebatas bocah yang sedang bereksperimen tanpa beban menikmati rasa. Kini dua puluh lima tahun genap usiamu tersisa hanya untuk sepotong kenangan purba.
Aku tak tahu lagi, bagaimana caraku mengutarakan suara kekata hatiku yang kian mendesing hebat. Menggebu-gebu seakan yang kubahas rindu itu tak pernah padam. Mas bermata sipit yang kalem, jejak pada kain merah berbentuk itu selalu kupakai lho! Mungkin, aku tak banyak meninggalkan bukti adanya pernah menjadi kita. Karena aku takut terluka terlalu dalam dan betadine tak mampu menutup luka di ulu hatiku ini.
Mas bermata sipit pemukul alunan musik sepuluh tahun lalu. Semoga kau di sana, di tempat bersama Bapaku tetap sebahagia lukisan senja purba. Sederhana cara kita saling berbagi kasih. Jujur mas, aku hanya mau menegaskan tentang seribu alasan yang belum sempat kuutarakan, “mengapa aku pergi meninggalkanmu? Mengapa aku tak mau berfoto berdua denganmu? Bahkan mengapa aku tak mau menjadi seperti yang kau minta?” itu semua karena aku takut jatuh pada kedalaman yang sangat dalam kategori asmaraku.
Eh, mas penjaga surga kalbuku. Aku teringat sesuatu lho! Jika jauh sebelum kepergianmu yang abadi, kau berhasil mencuri pintu masuk pada mimpiku berulang kali. Semingguan ini kau kembali hadirkan senyum pada ranum bibirku yang hampir hilang itu. Bahkan tak pernah kulewati hari yang indah pada mimpiku, Mas.
Seandainya saja, kau seperti sinetron DIA yang sedang kutonton tiap malam untuk mengobati rasa jenuhku. Sungguh, aku tak tahu status kisah kita itu seperti apa sih?! Namun, sejauh ini aku masih menyimpan berkas kenangan purba yang pernah kita ciptakan bersama. Ya, walaupun terbilang sedikit gagal sih... Itu semua ada gadis si hitam manis itu, mas.
Rasanya aku tak akan pernah kembali pada tempat awal kita berdiskusi. Itu pasti, Mas. Bukan kode atau pun harapan palsu lho! Lapangan basket dekat rumah suci hijau itu. Yang ada pohon mangganya dan tempat jemuran. Hihihiii. Saat itu sangat meriah menyalakan api perjuangan generasi penerus bangsa. Nuansa agustusan yang berkesan ya, Mas?! Titik dua D. Jalan santai hingga ke tempat yang pernah kita telusuri hanya untuk menghabiskan bensin dan waktu bercanda membahas indahnya materi-materi soal ujian nasional matematika. Wajar sih, aku belajar mati-matian mencintaimu. Wkwkwk.
Ah, sudahlah mas pemukul drum pada pemakaman alunan musik kalbuku! Berbahagialah di sana bersama Bapaku. Selamat pagi mas bermata sipit dengan tinggi seratus delapan puluh dua centimeter, bermotor supra X hitam. Aku pamit mengakhiri canda pada sejumput aksaraku ini.
Mas bermata sipit Selasa Kliwon, yang tak pernah mati pada ingatan dan seluruh semesta kalbuku.