Waktu akan selalu berjalan. Ia tak akan pernah berhenti berputar. Walaupun kita akan terus menjalani dengan mimpi yang tetap. Saat kita melangkah, janganlah ragu untuk tetap berlari.
Nama Kamu, kini namaku telah disebut olehnya. Aku berdiri diambang pintu menatap tajam kelopak matanya. Sosoknya telah lama bersinggah disepanjang perjalanan hidupku. Namun, ia tak bersinggah ditempat yang kutuju. Kini aku segera berlari meninggalkannya.
"Sudah selesai belum Ray aransemennya?" Suara itu menggugah sedikit lamunan Ray. Ketika hendak menyelipkan partirtur lagu yang ia buat khusus untuk seseorang, terjatuh sudah tepat di depan kaki Rio, sahabat terbaik Ray. Entah, Rio pun tak begitu banyak bertanya tentang partirtur lagu itu. Meskipun Rio hampir setiap hari bersamanya.
"Walaupun ingin tak akan mudah untuk jalani hari. Janganlah pernah mencoba menyerah! Dan berhenti saat terjatuh. Bersama kita membaginya." Terbaca sudah kertas yang tertinggal di bangku taman yang tak jauh dari tempat Ray dan Rio yang berada di ruang musik itu. Rasa penasaranku semakin menjadi bentuk penyerangan. Sejenak aku memandangi tulisan di kertas lusuh itu.
"Meski terus akan mencari. Temukan sebuah jawaban."
"Apa arti hidup ini? Janganlah ragu untuk tetap berlari."
Percakapan itu menghanyutkan aku dalam sepenggal kisah. Tanpa sadar aku menyahut percakapan Ray dan Rio yang telah mendarat di depanku memandangi keindahan alam sekitar ini. Ray dan Rio menatapku tajam dan aku kembali meneruskan perucapanku, "Bersama kita membaginya. Jangan pernah kau berhenti !!" Kalimat terakhirku untuk meninggalkan mereka tanpa pamit. Aku segera berlari menangis di sepanjang koridor sekolah.
Tak perlu lagi kau sembunyi di sana dalam gelap dan sepi harimu. Aku disini kan menggenggam tanganmu. Temani dan menerangi duniamu selalu.
Selesai kutulis dalam sebuah diary kecilku diiringi tetesan air mata. Lalu aku selipkan ke dalam tas ranselku yang telah siap untukku bawa esok hari.
Keesokkan harinya..
Aku terlambat pergi ke sekolah. Sesampai disekolah. Astaga!!! Pintu gerbang telah terkunci dengan gembok emas. Panik menjadi teman pagi hariku. Mondar - mandir tak jelas dan mengacak - acak rambut hingga berantakkan. Kini ku coba berpikir mencari sebuah cara agar dapat masuk. Perlahan sosok yang kulihat sama persis diruang musik itu membukakan pintu gerbang untukku dan segera menyeretku masuk ke halaman sekolah. Saat ini, aku di bawanya berlari menelusuri koridor - koridor sekolah.
Muhammad Raynald Prasetya, nama panjang itu terdengar sayup - sayup ketika Bu Rina, guru matematika ku mengabsen kelas IPA dan sorot kedua bola mata itu tepat menangkap sosokku yang tertangkap basah mengamatinya lamat - lamat. Sekejap aku tersenyum manis. Kini aku terengah - engah mengikuti gerakkan sosok yang membawaku berlari sedari tadi.
"Capek juga. Disini kita bakal aman." Ucapnya sambil menahan lelahnya.
"Kamu?" Kata pertama yang aku lontarkan ketika bercakap dengannya.
Ruang musik yang terletak sangat jauh dari ruang kelas yang biasanya terpakai. Setengah mati aku mencoba menahan rasa peningku yang sedari tadi menempel.
"Makasih ya?" Sepatah kata lagi kuucapkan untuknya. Ia hanya tersenyum dan menyandarkan kepalaku di bahunya dan aku membiarkannya begitu saja. Sosoknya mengusap air mataku yang lagi - lagi melumuri kedua pipiku.
"Mario Stevano Aditya Haling" begitu dirinya menyebut nama lengkapnya dengan sedikit nada tertawa.
"Panggil saja Rio dari kelas IPS. Anak paling kece." Sahutku sebagai balasannya. Aku dan Rio pun tertawa kecil sambil mengingat kisah perkenalan secara diam - diam.
Dari seberang terdengar suara lantang yang sangat mengerikan.
"HEH !!" Teriakkan khas dari Ray yang tiba - tiba muncul. Ray segera menarikku dari sandaran Rio. Sementara genggaman tangan Ray dan Rio sangat kuat. Aku hanya bisa menjerit lirih dan menahan rasa sakit. Ray dan Rio memulai genderang pertengkaran yang hebat ini hingga memanas. Lagi - lagi kepalaku dihantam rasa kepeningan. Ray dan Rio mulai melepaskan genggaman itu.
Pada akhirnya aku pun terjatuh hingga kucuran darah mengalir dari hidungku mulai bercerita.
Hujan sangat deras dengan gagah Ray menerobos segala waktu untuk menyelamatkanku. Ray tahu tentang kondisiku dan penyakit terparahku. Kami bertiga memang bersahabat sejak kecil. Banyak kisah dan cerita bahkan pula banyak hantaman permasalahan dan pertengkaran.
Sebulan kemudian..
Ray dan Rio masih terjerat dalam rasa permusuhan. Renggang sudah persahabatan itu. Sementara aku telah pindah ke luar negeri sejak terhitung dari masa kritis pertengkaran itu dan penyakitku yang mulai mengganas.
Dua bulan kemudian..
Ruang musik itu biasanya terpenuhi dengan sebuah canda dan tawa tiga orang anak yang bersahabat telah lama. Namun kini tak terlihat lagi sosok keceriaan itu. Ray dan Rio merasa kesal dengan dihantui bayang - bayang yang sama. Namun, mereka berdua masih menyimpan rasa gengsi tinggi untuk memulai meminta maaf.
Nawin, murid baru yang sudah seminggu lalu menghampiri Ray dan Rio yang sedang kucing-kucingan di ruang musik itu, Nawin mencoba mengakrabi mereka. Namun, kali ini hanya mendapat sebuah hentakkan.
"Kenalan sama Ray saja sanah!"
"Rio saja tuh yang banyak followersnya."
"Ray jago segala musik."
"Rio tuh cogan paling kece."
"Diam. Jangan banyak tanya!" Ucap Nawin sambil mengeluarkan senjata terampuhnya untuk mengikat kedua tangan mereka.
"Alamak." Keluh Ray dan Rio bersamaan saling tatap sambil membayangkan tragedi buruk hari ini. Sementara Nawin terkikih sendiri melihat sikap mereka berdua yang lucu.
"Ngapain ketawain? Lucu?" Cerocos Rio.
"Kalian tuh aneh. Berantem kok kayak diskusi. Dikit akrab dikit main serang."
Ray dan Rio sejenak merenungkan perkataan Nawin. Ray dan Rio saling lirik dan kembali bersatu menyatukan ide untuk meloloskan diri dari jeratan benda yang di pakai Nawin. Sesaat terlihat akur dan tertawa bersama, bermain bersama lagi.
Sehari kejadian itu..
Saat ini, Ray dan Rio mengantapkan keyakinannya untuk meminta maaf. Rio pergi ke rumah Ray sambil membawa benda perikraran persahabatan itu dan Ray juga melakukan hal yang sama.
Di sudut kota aku (nama kamu) menangis menahan sepi. Setiap rintikkan hujan itu selalu membawaku dalam sebuah penggalan cerita baru. Aku kembali menyusuri taman sekolahku yang dulu. Di persimpangan lalu lintas goreskan cerita tentang senja.
AWWWWWW!!!!
Ray segera menolongku dari bahaya sebuah truk yang akan menghantamku.
"Ray!!!" Teriak aku dan Rio bersamaan berlari mencoba menyelamatkan Ray. Namun, bahaya justru mendatangi kami bertiga.
BRAAKK !! DAMMM !!!
Tragis sudah peristiwa hari ini. Aku (nama kamu), Ray dan Rio mengalami kecelakaan yang mengerikan. Anehnya kami terkapar di tempat yang sama dan tak berjauhan.
"Rio, maafkan aku. Maaf, aku tak sempat untuk berkata jujur kepadamu. Mengapa aku membiarkan kalian selalu berselisih paham. Karena aku tak mau kamu mengetahui atas penyakit yang ku derita bertahun-tahun.Maaf jika ini terlambat. - Nama Kamu."
"Rio, maafkan aku tak seharusnya aku memusuhimu dan maafkan aku begitu banyak hal yang kusembunyikan diantara kita termasuk tentang persahabatan kita. Aku, kamu dan Nama Kamu (KITA) tetap sahabat. -Ray"
"Ray, maafkan iio atas selama ini. iio baru sadar dan io tak sengaja membaca buku diary Nama Kamu yang tertinggal dirumah sakit itu. iio sadar sekarang iio paham dengan semua keadaan ini. Nama Kamu, maafin io juga ya? iio kurang peka dengan semuanya. :'( io tahu kamu cewek yang paling kuat dan berbeda. -Rio."
Surat itu bertabur di tempat yang tertuju dan telah menjadi saksi peristiwa kepergian kami bertiga. Meskipun ada sedikit twice. Kita selamanya sahabat.