Glitter Words
[Glitterfy.com - *Glitter Words*]
Glitter Words
[Glitterfy.com - *Glitter Words*]
Glitter Words
[Glitterfy.com - *Glitter Words*]

02 March 2018

YANG TAK JENUH MENUNGGU

Delapan dua persen nol satu titik tiga delapan. Kamu tentu tidak tahan pada jari jemariku yang terus menerus mengusikmu. Kamu pun juga tidak paham, energi kinetik cinta dapat membahagiakan siapapun, begitu manis menyakitkan kapanpun. Aksara ini mungkin terlalu pedas. Pada kenyataannya sambal trasi lebih menyajikan sesuai selera kita. Aku tahu rasanya menjadi orang yang selalu kausembunyikan. Seberusaha mungkin hati tetap mengelak di depan banyak sorotan mata, kalau pun tak sayang akan mampu mengabaikan. Senyeri ini ya, menahan isak tangis yang telah membeku dalam kondisi yang panas.
Oh, kau dengungkan kembali pada percakapan kita yang manja itu tentang rindu. Aku tahu kok betapa manjanya kau. Oops! Manja abis. Sayang, itu semua tak bertahan lama. Sekejap serba dengan kata sekejap mampu kau ubah semuanya menjadi semata yang masih menyisakan kesembunyian sehingga rasa penasaran itu dalam otakku belum terpecahkan. Lantas, aku harus ke mana lagi mencari jawaban itu? Satu jawaban sudah kutemukan. Sisanya yang lain masih menggantung di pintu yang tinggi, sedangkan aku tak setinggi postur tubuhmu untuk meraih dan membukanya.
“Sesak di dadaku ini!” Pasti itu kan yang kaurasakan. Aku butuh waktu untuk mendiami semua kesalahanku yang jatuh pada langkah pertama. Berkali-kali mencoba untuk mencari kesatuan pemikiran kita, itu pun sedikit sulit beradaptasi. Fix. Aku kesal dengan kondisi seperti ini, Mas. Kucing-kucingan tak jelas, konflik batin yang menghantam mood ku. Yang kumau itu kau menjelaskan secara terperinci.
Jujur, aku masih sulit menebak-nebak hatimu. Meskipun kau mengabaikanku menjadi monster darah dingin sekali pun, aku tak tahu masih sebegitu setianya padamu, Mas untuk kutaruh dipikiranku. Pagi kali ketiga ini membisikkan seluruh pikiranku yang masih peduli dengan keadaan napas di hatimu. Ah, sudahlah! Terbuai manisanmu itu kebiasaanku tak mampu terhindari, aku malah menikmatinya. Keras kepala banget bukan? Mungkin sekeras ini rasa berlebihku kepadamu, Mas.
“Tenang kok, Nath! Hubungan kita sedang di uji,” ucapan impian darimu yang ingin sekali kupeluk manis. Semua telah hancur berkeping-keping menjadi pecahan kaca di tanah jelaga sunyi. Ketakutan yang tiap kali kukumpulkan untuk kulenyapkan.
Kini justru menyemburat hebat hingga meruntuhkan segala yang telah terjaga. Aduh, maaf aku lupa. Kau sedang sibuk sendiri menata hatimu dan memastikan hatiku baik-baik saja bukan? Ekh hemm....
Drag sit! Hujan sedini pagi ini kembali mengguyurkan memori ku yang trouble. Rintiknya mampu menyamarkan turunnya di kelopak mataku. Sesendu ini rasa hatiku yang masih tetap belum tuntas menentukan jawaban dari rasa penasaranku yang tinggi. Akan kah kali ketiga sepagi ini tak menjeli juga? Cukup! Suara hatiku mungkin sampai kepadamu, Mas. Kau menyukai hal semacam kode bukan? Oops!
Mas, aku pernah bermimpi lho! Dan ini rasanya nyata banget. Tapi aku takut untuk mengatakan padamu secara langsung. Di sini saja ya! Aku pernah bermimpi tentang kita. Namun semua telah berubah itu karena kesalahanku sendiri dan bahkan kau sendiri yang memaksaku untuk mengikuti alurnya. Benar sih, semua yang kau katakan di telepon itu. Sudah ah! Aku capek. Sayang, aku tak tidur dulu.

01 March 2018

MENGAPA MASIH SEMANIS DI PAGI KEDUA

Begitu sangat terbiasa mendengar suara pamitanmu; ucapan selamat pagi, perhatian kecil, amarahnya yang unik, ucapan pamit kerja, sejumput nasihatmu, bahkan ucapan sebelum tidur. Itu semua terakhir kalinya aku dengar di angka satu tujuh bulan dua tahun dua ribu delapan belas. Setelah itu, aku sangat terbiasa melihat tawamu yang manis hanya sebentar. Mendengar candaan sederhanamu di layar ponselku dengan ciri khas sebatang rokok menyala. Maka apa pun hal di titik terendah saat bersamamu yaitu menikmati kesunyian malam, itu pun aku masih terbiasa untuk menunggumu kembali hanya menunggu telepon darimu berjam-jam.
Kini aku juga masih terbiasa merasakan kehadiranmu menemaniku meracik diksi-diksi nan indah. Mengapa kau secepat ini membiarkanku terus-menerus betah menunggumu yang tak akan pernah kembali lagi untukku? Aku tak tahu apa yang dapat membuat hatiku merasa senyaman ini padamu, Mas EFP. Meskipun berkali-kali aku terluka karena caramu yang kalem berisyarat susah di tebak manis dalam berbagai peristiwa itu, Mas. Sendiriku ini tak tahu, mengapa aku sebegitu dalamnya masih mencintaimu. Pada akhirnya aku tahu akan terluka. 
Kau tahu aku menangisimu kala malam kau tidak bisa tidur. Kau luapkan segala perasaanmu sambil meneguk beberapa air keras di gelas-gelas kaca berkata bahwa kau sangat mencintaiku sambil menyanyikan lagu-lagu dangdut hingga larut pagi. Sesungguhnya sangatlah berat untuk melepaskan semua rasa ternyaman di kalbuku ini.
Kau juga tahu ketika aku mulai merasa sangat sayang pun tak mampu berpaling dari yang lain. Kalau boleh jujur Mas EFP, aku tak tahu dengan yang terjadi pada hatiku saat ini.
Terkadang aku merasa semua baik-baik saja. Tak ada hal buruk yang terjadi. Sama sekali semua baik. Nyatanya, aku telah kehilangan segalanya darimu. Kesepian itu bernama hidupku tanpa kau, Mas EFP. Entah sih, aku masih merasakan ada yang berdetak di kalbuku dan berharap terlalu tinggi. Lagi-lagi aku tak mampu mengasingkanmu dari duniaku ini.
Mas EFP, kau pun memaksaku untuk membiasakan diri terlepas dari hidup tanpamu yang tidak akan beriringan lagi. Berhari-hari, kau sudah berhasil melalui hidup tanpaku, berminggu belumlah genap ini kau menunjukkan rasa cintamu telah berlabuh pada yang lain. Buktinya, terakhir kali namaku sudah tidak melekat pada bagian pelepas penatmu. Semua telah berbeda mulai dari hati kecilmu itu.
Aku belum mampu sepertimu yang mudah melupakan tentang hari indah bersama sejauh berbulan-bulan tiga bulan lamanya. Mas EFP, aku ingin tahu kebenaran atas kesungguhan hatimu itu apakah pernah ada aku di atas nama cinta atau hanya sekadar pengisi sepimu saja? Itu belum sanggup kutemukan jawabannya, Mas. Mengapa Mas EFP sesulit ini hatiku untuk pergi darimu? Jujur, aku masih memintamu dalam doa yang kuceritakan pada Tuhan, Mas. Semua kutahu itu sangatlah mustahil.
Apa kau membaca diary blog sederhanaku ini? Mas EFP, mas yang dulu sering kupanggil mas sayang agar semuanya tetap indah selama tiga bulan terakhir. Tahu gak, Mas? Aku mencoba berusaha berkali-kali untuk menipu hatiku sendiri jikalau aku tak benar-benar mencintaimu setelah tahu bahwa semua harus berakhir sesakit ini. Sayang sekali, semua itu nol! Ya, seperti katamu itu saat memarahiku tetapi aku justru menyukai hal yang tidak kau suka.
Oops! Pasti sekarang kau telah menemukan orang yang tepat untuk memberimu rasa nyaman dan bahagia. Selamat ya Mas EFP yang sering aku panggil Mas Sayang. Mas yang masih membuatku berada di atas langit-langit kemegahan. Mas yang dulu mampu membuatku merasa sangat istimewa.
Kekuatan mana lagi yang harus kusadap untuk tak berpikir hidup tanpamu seperti bukan di sel-sel tahanan neraka, Mas. Aku mulai bisa merelakanmu pergi sepenuh hatiku tetapi tidak untuk melupakanmu. Bagiku kau masih hidup pada aksara-aksara indahku ini, Mas EFP. Itulah hal ketololanku yang masih saja tak mampu untuk kurevisi. Sebelum kedatanganmu, aku pun sudah terbiasa menikmati hidup bersama cinta sendiri pada dunia sajak-sajak manis yang kuracik ini tetapi bukan dengan kau Mas EFP yang sepercaya ini kujatuhkan air mataku hingga mengering. Kaulah orang yang termanis dibarisan kedua setelah Mas Sipit yang pernah kuceritakan padamu itu belum lama pergi ke tempat barunya sekitar tahun lalu di bulan Agustus berangka dua berdouble.
Oh ya, Mas EFP... Aku memang kehilangan kau selama dalam proses ini, dirimu yang masih lengkap dan utuh pantas untuk dicintai oleh orang lain yang jauh lebih baik dari mantan kekasihmu ini. Karena aku percaya, waktu penyembuh segala luka yang paling jujur hingga semua merasa baik-baik saja sedia kala.
Mas EFP, mas yang biasa terpanggil sebelum adanya julukan Mas Sayang seperti delapan tahun lalu. Sewaktu kita masih berada di putih abu-abu, yang terbutuhkan ialah maaf, bila mengecewakanmu atas seluruh rasa yang terlalu lama kuulur-ulur untuk memenuhi permintaan hatimu terdalam. Maaf bila kutak mampu meredakan lelahmu ketika itu dan malah membuatmu merasa pusing.
Aku tahu ini adalah kesalahan terbesar keduaku untuk mengikhlaskanmu pergi dengan sosok yang lain tetapi melalui dirimu sendiri, Mas. Aku merasa tak pantas untukmu. Maka dari itu, aku sengaja membiarkanmu melakukan semua yang kumau atas sesuai keinginanku sendiri.
Tuhan tahu kok Mas, kalau kita pernah saling mencintai. Itu pun jika kau benar-benar menaruhkan ku ada pada dalam hatimu. Faktanya sampai saat ini aku tak tahu ada atau tidaknya. Yang jelas itu ada pada hatiku. Lagi-lagi pagi ini masih semanis ini, Mas. Salam cintaku delapan tahun lalu telah berbalas lamanya tiga bulan.
Terima kasih untuk segala rasa yang sangat indah. Aku berharap kelak semua kembali menjadi kau yang pernah kukenal, Mas. Yang ingin kulihat adalah tatanan kehidupan hatimu yang baru itu.

28 February 2018

MASIH TENTANGMU, MAS EFP

Huft... Aku nungguin chat kamu lho! Malah sengaja semua pekerjaan penting kutinggalkan demi menunggu kamu untuk bales chat ku. Saat kamu meresponnya selalu kamu skip dengan alasan mau tidur atau gak pegang HP. Padahal aku ingin chat berjam-jam denganmu seperti awal kau memacariku. Oops! Apakah ada percakapan menyenangkan yang lain sehingga kau tak melirikku? Mustahil rasanya! Aku pun tidak ada dalam hatimu itu. Buktinya saja kau tak sabar menunggu aku berusaha penuh untuk mengimbangimu dan memahamimu, Mas EFP.
Hmm... Kau mulai membatasi semua kontak di HP-mu itu. Menelepon video pun hanya sebentar saja untuk melihat aktivitasku yang ternyata tak sesuai dengan hatimu. Baringan di kasur selalu saja yang kau tangkap oleh matamu, bukan begitu? Hello, aku tahu apa yang kau mau. Semua pekerjaanku pun sudah selesai dan sesungguhnya kau tahu apa yang sedang kukerjakan. Tetapi justru kau tidak mau memahami semua itu. Mungkin, kita ditakdirkan untuk tidak bersinggungan dekat, Mas EFP.
Hehehe. Mas EFP, aku masih nungguin chat kamu terus-terusan lho! Beberapa kali WA ku force close dan aku pun tetap masih berusaha untuk selalu ada buat kamu. Tapi kamu malah anggap semuanya itu salah total. Ah, kamu itu lho yang paling manis merobohkan semua mood di hariku. Sampai detik ini pun aku masih penasaran denganmu. Meskipun kau telah mengakhiri semuanya dengan sakit pedas-pedas gitu.
Hoahmm... Aku belum bisa tidur nyenyak hanya ingin mencari tahu jawabannya. Kapan dan harus bagaimana lagi aku harus bikin kamu menyadari jika masih ada rasa kangen di hatimu itu untukku, Mas?! Suatu saat nanti, jika aku benar-benar pergi dari kehidupan hatimu yang sejati itu. Sanggupkah kau menyenangkan ku di tempat yang tertuju kelak? Wow, aku sangat yakin dan benar-benar yakin bahwa kau si Mas EFP yang telah mencuri pusat pengendaliku tetapi tidak menyematkanku menjadi penting dalam sejarah hidupmu itu.
Hahaha. Sepuasnya kau tertawa memainkan semanis itu, Mas! Fix maximal. Gitu aja terus, Mas EFP. Aku mau tahu kapan saatnya kau menyesali akan melepaskan diriku yang berjuang mati-matian demi menyeimbangkan semua sistem di hatimu.
Untukmu Mas EFP yang masih lekat manis di hari-hariku meski ternyata aku tahu tak akan pernah ada kita. Karena yang aku tahu kita sebatas teman pengisi sepi di chatting WA dan aku mungkin adalah pelampiasan rasa amarahmu dari masa lalumu itu.

27 February 2018

MENGAPA PAGI SEMANIS INI, MAS?

Aku berharap terlalu tinggi pada kehadiranmu yang mengagungkan hatiku. Membuat semuanya indah saat kauberusaha memenuhi ruang ternyaman itu. Merangkulku hingga mengenalkanku pada seorang sahabat karibmu sebagai orang teristimewa di hatimu. Aku mulai mencintai sosokmu yang sekarat berlapis-lapis manis. Bahkan aku tak pedulikan status kita yang ternyata adalah teman pengisi kala sepi. Setelah tahu semuanya serba tak sesuai dengan keinginan hatimu itu. Mungkin sih? Hmm...
Semakin hari, kuberusaha mengasingkan agar aku tak terjebak pada titik kelemahanku; menaruhkanmu terlalu nyaman pada tempat yang sulit kuberikan pada yang lain. Oops! Ternyata membuatku sepedih ini. Hatiku terus berkelana mencari dan memanggil namamu. Sayang, setiap saat aku selalu menutupi sepedih yang sedang berkaca pada cermin terlihat tanpa celah dan bernoda. Apakah ini yang bernama tetesan air mata yang begitu teliti belum memperoleh izin leluasa? Aku sendiri tak tahu harus menemukan jawabannya pada siapa?! Aku benci pada dunia kelabu tapi tarik-menarik tak jelas!
Setiap kali aku bertanya, apakah aku ada pada hatimu? Aku selalu mencoba meyakinkan bahwa aku memang benar-benar pantas membuatmu nyaman hingga aku tak ingin seorang merebut posisi yang kumiliki. Nyatanya, aku salah! Kupikir kauakan memahami diriku yang sedang berusaha menuruti semua keinginan hatimu itu, Mas.
Awal romantis yang kauciptakan tersebut harus berujung pada titik kehilangan. Tiga hari lamanya kausudah mulai menghilang tanpa kusadari setolol ini masih menaruh rasa percayaku padamu. Ketika kekhawatiran yang kucurahkan setulus dan serela itu tak berharga di hadapan sidang ruang hatimu. Aku tak percaya, Mas! Bahwa setiap kali kebenaran itu berbicara padaku yang sudah tidak ada di dalam hati dan pikiranmu, tetap saja mengeraskan semuanya tentang aku masih ada di dalam hatimu. Tapi, nyatanya, aku tidaklah lekat kembali dan kaumeminta hatiku untuk benar-benar pergi darimu. Sanggupkah hal setajam itu melepaskan kisah, Mas?
Mengapa kaubegitu sangat manis sih untuk mencuri segalanya yang telah mampu kujaga? Mengapa kausebegitu sangat teristimewa di dalam hatiku? Pada akhirnya kaumerobohkan dinding berjarak ini. Tahu kah kau, Mas yang berinisial EFP; Mas yang pernah mencuri hatiku sekitar lima tahun lalu saat kita masih putih abu-abu? Kaumampu mengendalikanku tanpa terketahui. Sejujurnya, aku belum pernah mudah terangkul oleh siapa pun. Menata hatiku saja aku perlu waktu lama. Entah, hal apa yang ada pada sosokmu itu masih kuperbincangkan pada masa depanku dengan Tuhan?!
Setelah kau, aku tak tahu siapa lagi. Empat hari setelah melepaskanmu itu, hatiku masih sepedih ini. Namun, kausudah haha hihi hehe dengan seorang yang lain. Berbagai cara pun aku lakukan hanya ingin mengetahui aktivitasmu yang dipikiranku sudah terlintas itu. Semuanya nyaris serba membuka pita kebenaran. Aku tak tahu sedalam ini rasa yang kutautkan padamu.
Malam setelah revisian draft, kusempatkan tertawa sembari melebarkan senyumanku hanya membaca pesan singkatmu di aplikasi WA ku yang telah kaublokir itu, Mas. Manis sekali rekat pada imajinasiku. Oh, aku ingin kaudengarkan isi hatiku yang masih betah berada pada satu asa yang tak mungkin. Tapi aku harus melepaskanmu pergi, Mas. Aww! Tepat sepagi ini aku merinduimu dan masih nyaman berada pada bayang-bayangan kisah kita yang lalu.
Oh ya, Mas EFP. Kalau boleh cerita pada aksaraku ini... Aku ingin kau tahu bahwa aku sempat nekat menemuimu lho! Di stasiun kereta api telah kubayar tiket pulang pergi antara Bandung menuju Purbalingga menelusuri derasnya air hujan itu. Awalnya aku berputus asa untuk tak mendapatkan tiketnya hanya karena rasa khawatirku padamu itu terlalu besar. Sekitar tanggal 23 Febuari jam sembilan malam, kaumeluluhlantahkan semuanya! Apa kau tahu? Aku nyaris berada di tengah rel kereta api yang segigil besi dingin itu untuk tetap mengejar tiket kereta api yang terbang terbawa angin. Aku tak peduli apakah nanti akan datang malaikat baik atau tidak untuk merangkul nyawaku. Kalang kabut mencari jejakmu tapi ternyata kaumelukai pengorbananku itu hingga aku tak sadar ketika kaumemang benar-benar pergi.
Beberapa kali aku mencoba menghubungimu tanpa kupikirkan siapa aku dan resikonya, Mas. Justru mudah saja kauruntuhkan cahaya yang masih kutaruhkan tinggi-tinggi diatas segala rasa yang tersirat sempurna itu. Anehnya, aku tidak mampu mengeluarkan air mataku setelah tahu ketika seneraka ini memperjuangkanmu. Hatiku pedih tetapi tak berasa berat, hanya saja seperti mengetuk pintu lalu pergi dan menoleh tanpa kata panjang. Itu saja sih yang aku rasakan, Mas saat ini. Satu hal lagi, kau susah di tebak tapi manis dalam berbagai peristiwa. Mungkin itu yang membuat hatiku masih berharap menunggumu pulang membawa senja kelabuku yang hilang. Sudah ah, Mas. Maaf bila kaumasih memiliki aksara dan hatiku. Maaf bila mungkin ini akan membuatmu merasa resah.
Kau itu bagaikan Dilan yang hidup pada tulisan-tulisan indah. Namun tak dapat kusentuh melewati semua kisah romansa selayaknya ftv-ftv yang tayang tiap pukul sepuluh pagi. Manis sekali bukan? Aku mampu membuatmu hidup kembali pada aksara berkonflikku, semauku menyusun karakter seperti apa dan bagaimana ending cerita cintanya. Hihihii. Unik sekali bukan? Oops! Kali ini aku benar-benar menutupnya sebelum enjang berakhir. Kalau kata orang jawa itu, enjang berarti pagi. Uh

26 February 2018

SEDALAM ITU KAH MENATA PAMIT

Di bilangan yang terlalu romantis sembari mengantarkan kepergianmu. Aku tidak tahu akan berakhir sesakit ini. Mungkin ini terlalu cepat atau adanya konspirasi dari politik perasaan, itu aku tidak tahu. Kalau boleh sejujur ini, semua berawal dari rasa kagum yang tak percaya akan keseriusanmu itu, Mas. Namun semua mampu kaurubah dari yang bernama hampa diantara ruang yang berjarak antara Bandung menuju ke Purbalingga. Saat itu aku berada rerintikan deras yang mengguyur gigil demi mencapai sebuah stasiun kereta api.
Tepat di malam sabtu itu, kedatanganmu kali kedua terasa sangat manis di telingaku. Seakan-akan aku lupa tentang bagaimananya peristiwa hebat itu, Mas. Kau yang datang seketika di bulan Desember tiga hari sebelum malam tahun baru, mampu menarik ulur hatiku seperti layangan yang kauterbangkan semaumu lalu gesekkan pada tajam perputus asaan. Nyaris sangat mulus terkemas di depan kalbu dan memori otakku.
Aku masih hadir di bayang-bayangmu, seandainya angan-angan itu mampu mengiyakan semua cara hatiku menunggumu. Sayang, kaumemilih mencampakan secara halus dan parahnya aku masih nyaman pada keadaan seburuk ini. Setragis apa yang sudah menjadi konsekwensi dari cara masing-masing. Entahlah! Di otak ku ini kauselalu mengisi ruang kosongku untuk kembali berharap kepulanganmu kali kedua.
Semua itu mustahil. Rasanya dari awal memang antara hati kita yang terkadang merasa tak cocok tapi ingin memahami agar asa semata terwujudkan. Duh, aku tak tahu lagi harus menata atau menggantikan puing-puing ini. Sungguh, aku sendiri tak mampu mengeluarkan air mata hingga berdarah-darah. Apa kah kau terlalu kunyamankan pada diksi-diksi memuisiku ini? Sehingga semuanya itu terasa sangat santai, Mas.
Terkadang hal kecil yang tiap pagi sebelum kau berangkat kerja itu masih sering kutunggui lho! Telp dan vidcall hanya mendengar suara ucapan pagi yang lembut memanggil-manggil namaku itu, Mas. Sebegitu takutnya aku berlari dari diam yang sudah kutahu pada akhirnya seterluka ini. Hubungan kita yang tak mampu diselamatkan dan kaumampu hadirkan dia yang manis mungkin untuk menggantikanku. Tapi, nyatanya, aku masih berharap untukmu meminta kembali senja yang kelam ini. Ah, sudahlah!
Bagimu yang tertangkap oleh otakku ini adalah hatiku yang sedang kaujelajahi untuk menjawab rasa nyamanmu. Yang tadinya kau menggebu seambisius awal berjumpa, rupanya itu tak setajam pemikiranmu itu. Benarkah, mas? Aku sadar masih banyak kekurangannya. Semakin hari kau beri rasa nyaman dan aku selalu bilang tak percaya padamu itu. Karena aku terlalu hati-hati menjaga hatiku. Pada akhirnya kau merasa bosan dan berpikir untuk menyudahi semuanya itu.
Ingin kuluapkan semua sajak cinta yang berkelana mencari jejakmu. Wow, kau telah menutup semua aksesnya dengan jeli. Kini aku masih senyaman ini pada asa kepulanganmu kali kedua, mas mantan yang belum sempat kutemui. Aku rindu bualan sayangmu yang teramat romantis itu. Meskipun aku harus terluka dari kesalahanku sendiri yang membiarkan kau pergi memilih yang lain dan berkaca pada cermin yang sok tegar, sok tak butuh rasa kecewa. Bahkan telah mengumumkan dirinya kuat agar tak terlihat sangat rapuh. Hmm...
Maaf bila resah hatiku yang tak menentu ini. Di satu sisi aku ingin selalu bersamamu dan percaya atas semua janji yang kau kemas itu. Tapi di sisi lain, ada yang tak mampu harus di korbankan. Kalut kemelut yang sedang melanda musim hatiku ini. Mas mantan, aku tak tahu apakah kau sedang membaca aksaraku ini? Aku belum sekuat kau untuk mencari jejak yang ternyaman lainnya itu.
Untukmu yang masih menjadi teka-teki kalbuku, mas mantan keseriusan. Maaf bila kuterlalu meragukanmu beralasan bawel. Sejujurnya aku mampu menjadi seperti yang kau pinta itu. Tapi semua itu karena hatiku yang memaksa aku untuk berhati-hati, Mas. Seandainya kau tahu malam itu, aku ingin datang memelukmu dengan kenekatan. Tetapi kau terburu patahkan semua langkahku di pertengahan jalan. Mas mantan, aku masih menunggu setia untuk berada pada anganku ini. Aku pun tahu jika aku tak pantas untuk kau perjuangkan mungkin?
Di malam setelah kepergianmu karena salahku ini, aku masih menyebutmu dalam untai doa-doa kecilku yang sangat indah. Mengapa kau terbangkan semuanya itu padaku, mas? Padahal kau tahu persis isi seluruh hatiku. Jika waktu mampu mengiyakan semua kekata hatiku ini mas mantan. Hmm, bagimu aku sudahlah mati di hatimu bukan? Sudah cukup kuusaikan aksaraku ini.
Mas mantan termanis untuk seluruh isi hatiku; EFP'18. Aku ingin pamit jika memang aku harus pergi untukmu selamanya. Tapi maaf aku masih betah berada pada bayan-bayang mencintaimu dalam diam. Meskipun aku tahu ini salah. Get a life, mas mantan termanis keseriusan hati. Selamat musim apa saja. Thanks!

24 February 2018

BERKORBAN YANG MANIS

Menjelang dua empat bulan kedua di tahun dua nol satu delapan, tepat tiga bulan lamanya sepotong kisah hadir. Semua terkemas sangat indah nan rapi. Dari awal permulaan rasa telah dilendoti untuk tidak akan pernah memberi ruang. Perdebatan sengit nan manis terjadi antara dua mata hati yang dingin. Sedingin yang menggerogoti organ yang menyelimuti hatiku.
Saat itu sedang dilanda musim berbunga menebarkan wewangi seluruh jalan pejalan kaki. Seketika musim yang lain melongok untuk meruntuhkan pagar yang telah kukokohkan. Sayang, pelongok itu sangat rapi nan kuat. Diam-diam mencuri rasa resah gelisahku. Kini perlahan kuayunkan tarian tangan kanan dan kiri ku agar sejajar melangkah ke tujuan pasti.
Wow, seribu bahasa kalbu terbangkan mantra penuh kekaguman. Nyaris tertutup awan hitam pada kelopak mata hatiku. Aksara itu sangat mensyahdukan setiap jiwa-jiwa yang bosan dengan satu zona nyaman. Serius. Ya, ikatan serius menjadi topik perbincangan kita sejenak. Sangat mempesona di lubuk lekukan terdalam. Kau yang tak pernah kuimpikan sejujurnya hanya ingin kutemani. Sesaat itu kau mampu hadirkan sejuta makna terkasih.
“Nath, mau kah kau serius dengan ku untuk selamanya?” ujarnya meminta hatiku semanis mungkin. Hatiku pun masih setia dengan si pemilik musim berbunga itu. Hmm, rasanya ingin kusudahi untuk mengabaikannya. Begitu hebat aksara manisnya mendarat di hati dan telingaku. Sungguh sangat teristimewa diriku.
Uh, wow. Syarat dua tahun lamanya dan yang penuh pengorbanan pun tak mampu terpenuhi. Perlahan aku mampu membaca isyaratnya yang seketika hanya memainkan proses awal dan akhirnya saja. Jujur Tuan, di sini banyak pergulatan penuh keraguan akan kedatanganmu. Hmm...
Kaupikir hatiku mudah untuk kau kelabui? Tidak! Hingga saat ini hatiku masih menjadi pemilik musim berbunga setelah mas sipit yang kusebut rindu kedua pergi ke tempat barunya itu. Aku tak semudah yang kaubayangkan itu. Namun, kau berhasil meluluhkan hatiku yang keras hingga rasa kagum yang terlalu gengsi itu. Oops!
Hai yang kusebut mas sayaang sesungguhnya itu bukanlah kau. Tapi si pemilik musim berbunga. Pandai bukan diriku mengelabui jendela asa kalbumu? Maaf, aku lakukan siasat itu untuk terlalu takut jatuh hati pada yang tidak pantas untuk diperjuangkan. Ternyata, sehari lalu kau pun tak mengagungkan hatiku. Bahkan kini kau hancur leburkan di neraka penuh politik.
Kau bilang madu tapi yang ku terima sirsak. Prinsip yang tak mampu untuk kuajak jalan bersama. Seandainya mungkin siasatmu itu terjadi. Aku adalah orang paling bodoh yang tak pernah memandang logika perasaan. Yang kutahu Tuhan sempurnakan kasih melalui caramu itu. Karena kita tahu sama-sama bermain pada impian yang belum tak seharusnya berani diimpikan.
Berawal dari cara yang salah hingga berakhir dengan cara yang salah pula. Sejujurnya rasa memang sangat manis tak meninggalkan dercak hitam memerah di dada. Bahkan hal sepenting itu kau tak menganggap kuada pada hatimu. Itulah yang membuatku semakin yakin untuk berusaha mempelajari rasa bersabar, rela berkorban, dan pembelajaran mulia. Seandainya Tuhan mengizinkan pun tak akan terjadi. Sebab Tuhan tahu cara untuk menunjukan isi hatiku yang kupinta tiap malam sebelum dan sesudah tidur.
Untukmu pelongok hatiku yang termanis dan bukan lagi kusebut mas sayaang dalam arti imitasi. Terima kasih untuk semua masa penuh pembekalan jati diri. Mungkin kau sangat bahagia hari ini berkumpul bersama kekawanmu itu. Atas rasa kecewamu yang terpendam padaku mungkin... Maaf, jika aku terlalu sibuk mengujimu hingga kebagian terinci. Alasannya simple? Aku tak mau salah pilih dan langkah pada tujuan hidupku.
Sejujurnya selama ini hatiku masih termiliki oleh si mas sayang yang musim berbunga sedari sepuluh tahun lalu. Saat tatap pertama berjumpa di ruang OSIS. Mas sayang penyuka club Real Madrid yang tingginya sekitar 165 cm itu. Dan mas sayang ku itu selalu mengirimkan emoticon tomat merah pada aksara pembuka mataku hihihii.
Teruntukmu mas pelongok setelah sepuluh tahun lalu. Maaf untuk kesekian kalinya aku belum mampu jujur akan misteri facebook yang terjadi. Aku paham dan tepat prediksi ku sih... Bahwa kau dan mereka yang ku kenal pasti akan membully ku hingga tepat terdengar di gendang telinga menjelang dua empat bulan kedua tahun dua nol satu delapan ini. Satu hal yang tak kusuka darimu yaitu kau bukan kau yang aku kenal melebihi dirimu sendiri. Entahlah! Aku tak percaya begitu saja dengan bualan manismu. Tenang kok! Aku mampu menyandarkan rasa nyeriku ini.
Selamat untuk semua keinginan hidup barumu yang entah itu kau sengaja melukisnya atau hanya untuk berpamitan padaku. Sungguh aku tak tahu apa isi maunya hatimu itu. Kutahu pasti aku tidak lekat dalam hatimu, wahai mas pelongok. Oke. Jika kau membaca aksara pedasku ini, maaf seribu permintaan hati terdalam. Aku sangat ikhlas melepaskanmu pergi dengannya tanpa ada trik berakting. Semoga tercapai semua keinginanmu ya mas! -EFP’18-

20 February 2018

SENERAKA INI MENCINTAIMU

Empat puluh delapan jam rasanya seneraka ini. Setiap jatuh diksi manis terangkai di telinga mampu mematahkan hati yang patah sekejap menjadi melodi. Semua kupikir itu adalah pasti. Ternyata, masih ada rindu yang lain pada kalbuku. Entahlah! Aku merasa berkabut pada jelaga kesunyian ini. Karena ada rindu yang terbilang lain di atas impian semataku. Namun konflik berkaldu terlalu tak senge-slow ranting-ranting asa di pohon rindang yang berteduh itu.
Banyak lika-liku terjadi perlahan menahan derasnya penggusuran hujan di tanah dahaga. Aku ingin meronta melepaskan semua cabik pada organ yang terselimut ini. Sungguh, aku benci berada di radius seneraka ini, Tuan? Silent people dan selalu begitu menyimpan makna. Serasa sedang bermain teka-teki silang dan monopoli.
Jika memang tak mau beradu dengan jenuh, biarkanlah sejenak pergi tanpa harus sisakan sarang pencari. Ke mana aku harus pulang kali ini, Tuan? Jujur aku lelah menjamah seneraka lamanya empat puluh delapan jam ini. Kupikir tak ada rindu yang lain sedang berseteru mengaduk hingga ke saraf otak. Kini semua ingin kusandarkan tapi berkali ada bekal alasan yang mengikat. Entahlah!
Tuan, mengapa kau ciptakan lorong sepanjang seneraka ini? Aku telah memahamimu. Ya, kau belum mampu meneduhkan hatiku. Meskipun telah kuingatkan dengan sebuah isyarat. Tuan, aku masih belum mampu menempatkanmu pada rasa nyaman setelah kauguyurkan hujan di neraka empat puluh delapan jam ini.
Hatiku masih menunggui rindu yang sama. Berserakan sejak mengabad tetapi sayang itu ada padamu. Tuan, aku tak tahu apakah hal itu sama dengan hatimu dan pada dirimu? Kita sama-sama tahu kisah manis kita yang terkemas sedikit pahit. Tolong, jangan luaskan pintu senereka ini padaku? Yang kuinginkan adalah santai bukan berpendar tanpa arah. Hmm...
Boleh kah aku sejenak saja melihat seberapa besar rasa cintamu padaku, Tuan? Maaf bila aku terlalu manja berbalut naik-turunnya bendera. Sebab, aku tak mau terlalu dalam jatuh pada serpihan kaca yang terlalu panas sehingga tak mampu untuk dipadamkan. Maaf Tuan, jika semua pantas kuperjuangkan akan seturut dan sekehendak denganmu. Maka aku siap untuk mengambil resiko terbesar sekalipun. Tapi entahlah untuk saat ini, aku belum menemukan jawabmu!